Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibayangi Daya Saing Lemah

Kompas.com - 21/12/2010, 03:44 WIB

Jakarta, Kompas - Tahun 2011, pertumbuhan ekonomi masih dibayangi lemahnya daya saing industri serta kebijakan yang menghambat perekonomian. Namun, tahun depan pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi 6-6,4 persen.

Demikian paparan Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dalam catatan akhir tahun 2010 dan Prospek tahun 2011 perekonomian Indonesia di Jakarta, Senin (20/12).

Ketua Pengurus Pusat ISEI Didiek J Rachbini menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia dipengaruhi pasar, ekspor impor, perdagangan, dan sektor keuangan. ”Faktor eksternal pasar relatif memberikan angin, yang mendorong layar ekonomi. Tetapi, faktor hambatan internal juga banyak. Ekonomi Indonesia berwajah ganda,” katanya.

Ekonomi 2011 diprediksi belum tumbuh sesuai harapan. Ini karena industri dalam negeri ambles. Ini karena banyak industri yang negatif pertumbuhannya. Industri tersebut antara lain subsektor garmen dan sepatu.

Menurut ISEI, itu karena pemerintah kurang memberikan insentif bagi pengembangan sektor usaha, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM). ”Pertumbuhan ekonomi lebih karena pasar yang memberi dorongan kuat terhadap ekonomi, bukan karena negara sigap memberikan dukungan. Negara tidak melakukan koreksi,” tutur Didiek.

Menurut Sekretaris Jenderal ISEI Anggito Abimanyu, inflasi 2011 diperkirakan 6,2-6,7 persen. Ini akibat dari ketidakpastian kebijakan pangan dan energi.

ISEI memprediksi suku bunga acuan (BI rate) 6,5-7,5 persen. Defisit APBN 2011 diperkirakan 1,5 persen dari produk domestik bruto dan cadangan devisa 104 miliar dollar AS-109 miliar dollar AS.

Anggito menjelaskan, kenaikan harga beras 2010 (year on year) telah mencapai 25 persen, tertinggi sejak krisis pangan 2006. Harga beras di Indonesia 50 persen lebih tinggi daripada pasar internasional.

Hal itu, kata Anggito, karena minimnya stok beras Bulog. Cadangan beras pemerintah 1 juta ton rentan terhadap spekulasi harga. Pemerintah disarankan menaikkan cadangan beras sampai 2 juta ton dalam APBN 2011 agar Bulog leluasa melakukan operasi pasar saat paceklik.

”Tanpa tambahan stok beras, tekanan pada inflasi akan berulang dan kemiskinan menjadi ancaman serius,” ujar Anggito.

Adapun kebijakan pengurangan subsidi BBM, menurut ISEI, akan menuai dampak negatif. Dampak itu antara lain kenaikan harga yang tinggi yang harus dibayar kendaraan yang beralih ke BBM nonsubsidi.

Menurut Didiek, data pemerintah yang simpang siur terkait penghematan APBN akibat pengurangan subsidi BBM menunjukkan kegamangan. Ongkos keragu-raguan ini tinggi karena akan ada tekanan pada inflasi.

Jangka pendek

Anggito menengarai, derasnya arus modal yang masuk tahun ini hanya dimanfaatkan untuk portofolio jangka pendek. Dikhawatirkan, arus modal ini akan membuat perekonomian menjadi bubble (gelembung) sehingga meningkatkan risiko pembalikan arus modal dan menimbulkan instabilitas ekonomi makro.

Dalam ”Evaluasi Apindo Tahun 2010”, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi menyatakan, investasi yang masuk ke Indonesia tahun ini belum menyerap banyak tenaga kerja. ”Ini karena sebagian besar investor memilih sektor yang tak membutuhkan banyak tenaga kerja, seperti pertambangan dan perkebunan,” katanya.

Karena itu, ketenagakerjaan tahun 2010 tak menggembirakan. Pertumbuhan hanya di sektor sumber daya alam, perbankan, dan industri jasa. ”Padahal, sektor itu tak membutuhkan banyak tenaga kerja. Investasi di sektor manufaktur, seperti makanan dan tekstil, yang menyerap tenaga kerja, tak tumbuh,” ujar Sofjan.

Kendala yang menghambat pertumbuhan sektor manufaktur, menurut dia, antara lain, lemahnya infrastruktur, terbatasnya pasokan listrik, dan aturan ketenagakerjaan yang tidak jelas. Kendala-kendala itu masih akan dijumpai 2011. (LKT/ARA/OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com