Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transjakarta Setengah Hati

Kompas.com - 11/01/2011, 03:50 WIB

Jakarta, Kompas - Sampai minggu kedua, layanan bus transjakarta jalur Pinang Ranti-Pluit dan Cililitan-Tanjung Priok masih setengah hati. Selang waktu kedatangan antarbus masih lama dan penyerobotan jalur masih terjadi.

Pengamatan Kompas, Senin (10/1), meskipun sudah disterilisasi, bus transjakarta yang melintas masih jarang dan jalur Pinang Ranti-Pluit (koridor IX) sering kosong. Padahal, jalur lain di sampingnya sangat padat dengan kendaraan pribadi dan angkutan umum.

Kondisi itu memicu kecemburuan para pengguna kendaraan pribadi karena mereka tidak boleh menggunakan jalur yang kosong. Jumlah pengguna bus transjakarta juga belum terlalu penuh, seperti di koridor lain.

”Badan jalan diambil untuk jalur bus transjakarta, tetapi bus yang lewat terlalu sedikit. Di sisi lain, kami yang terjebak kemacetan tetap dilarang polisi memanfaatkan jalur itu,” kata Yusuf, pengendara mobil yang bekerja di Jalan Sudirman.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Royke Lumowa mengatakan, jalur transjakarta lebih sering kosong karena jarak bus satu dengan lainnya cukup lama. Ini membuat pengendara di jalur biasa memaki-maki polisi.

Kemarahan warga dapat dipahami karena harus terkena macet panjang, sementara polisi harus tetap melarang pengendara masuk ke jalur khusus itu

Pada siang hari sepanjang jalur Cawang, Jalan Gatot Subroto hingga S Parman, kendaraan yang keluar masuk jalan tol, seperti di pintu tol Tanjung Duren, Slipi, dan Senayan, membuat bus transjakarta tidak bisa segera masuk ke jalurnya. Kendaraan pribadi maupun angkutan umum tetap menerobos jalur itu dan membuat bus tersendat.

Padahal, di beberapa lokasi sudah ada aparat yang berjaga untuk mencegah penyerobotan dan mengatur bus transjakarta agar bisa segera masuk ke jalurnya.

Di jalur Cililitan-Tanjungpriok (koridor X) kemacetan masih terjadi di sekitar halte Plumpang Pertamina, Kelapa Gading Sunter, dan sepanjang Jalan Enggano, Jakarta Utara. Menurut pengemudi bus transjakarta, Ayi Ganea, penyebab kemacetan adalah adanya putaran kendaraan dan separator rusak yang mudah diterobos.

Pengamat transportasi Universitas Trisakti, Fransiskus Trisbiantara, mengatakan, layanan bus transjakarta di kedua koridor itu buruk sejak perencanaan. Jumlah bus yang disediakan tak sebanding dengan kebutuhan riil. Apalagi belum semua bus dioperasikan sampai minggu ini.

Kondisi badan jalur tidak cocok untuk bus gandeng sehingga memperlambat laju bus transjakarta. Di sisi lain, sterilisasi belum efektif di beberapa lokasi karena separator rusak dan mudah diterobos. Semua kondisi itu menyebabkan frekuensi bus transjakarta menjadi terlalu lama dan jalur terlihat kosong. Penumpang juga tidak banyak karena pelayanan belum optimal.

”Semua masalah itu sudah dideteksi sejak awal, tetapi belum diantisipasi dengan baik. Pengoperasian kedua koridor ini seperti terburu-buru dan setengah hati,” kata Trisbiantara.

Peneliti transportasi Universitas Indonesia, Jachrizal Sumabrata mengatakan, selama ini pemerintah tidak pernah berusaha memanjakan penumpang angkutan umum. Mulai dari mikrolet sampai bus transjakarta, bahkan kereta api, para penumpang harus berkorban lebih.

”Mereka harus menunggu lama, antre berdesak-desakan, dan berjubel di dalam angkutan pun. Tidak heran kalau memilih kendaraan pribadi,” kata Jachrizal.

Padahal, jika angkutan umum tertata bagus, pengguna kendaraan pribadi pasti tertarik karena akan irit uang, tenaga fisik, dan waktu.

(ECA/NEL/WIN/FRO/ART/TRI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com