Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Manufaktur seperti di Masa Kolonial

Kompas.com - 24/01/2011, 03:45 WIB

Pemerintah akan menghapus bea masuk barang modal dan bahan baku untuk mendorong daya saing industri dalam negeri yang kalah bersaing setelah dimulai perdagangan bebas ASEAN dan China sejak 1 Januari 2010 (Kompas, 21/1).

Sebelum dilaksanakannya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China sebetulnya industri manufaktur Indonesia sudah merosot. Dalam diskusi di LIPI awal pekan lalu dibahas buku Indonesia Menentukan Nasib, dari Reformasi ke Transformasi Kelembagaan (2010), ekonom senior LIPI, Thee Kian Wie, menyampaikan kerisauan atas masalah industri manufaktur.

Pada Orde Reformasi, pertumbuhan industri manufaktur tertinggal jauh dari sektor yang dapat diperdagangkan dalam perdagangan luar negeri (nontradeable goods), seperti telekomunikasi dan jasa-jasa. Industri manufaktur tumbuh rata-rata hanya di bawah 5 persen, sementara pada masa Orde Baru tumbuh di atas dua digit.

Padahal, pertumbuhan sektor manufaktur yang menghasilkan barang-barang jadi untuk ekspor merupakan penggerak ekonomi dan menjadi penyerap tenaga kerja setelah tahun 1980-an. Industri manufaktur menjadi pengganti ekspor migas dan dalam menyerap tenaga kerja juga menurunkan jumlah orang miskin. Thee menyebut China sebagai contoh negara yang berhasil menurunkan kemiskinan dengan memakai strategi menumbuhkan industri manufaktur dalam negerinya.

Kerisauan lain ekonom senior itu adalah ketergantungan yang tinggi ekspor Indonesia saat ini pada barang mentah berasal dari sumber daya alam, yaitu batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). Ketergantungan yang tinggi tersebut telah membuat pemerintah terlena untuk mengembangkan industri manufaktur berdaya saing internasional.

”Sekarang ekspor komoditas primer muncul lagi sebagai sumber utama penghasilan ekspor Indonesia. Situasi ini sama seperti zaman kolonial Belanda,” kata Thee. Mengandalkan pada ekspor barang primer dari alam telah menjadikan Indonesia sebagai penghasil gas rumah kaca karbon tertinggi ketiga setelah China dan Amerika Serikat.

Untuk mengembangkan industri manufaktur, pemerintah harus melakukan investasi dalam teknologi dan meningkatkan kemampuan manajerial industri yang ada, antara lain dengan mengembangkan sumber daya manusia berketerampilan tinggi melalui pendidikan dan kesehatan, mendorong investasi asing langsung dengan syarat terjadi alih teknologi, impor barang modal yang modern dan ramah lingkungan, dan ekspor yang mengaitkan dengan pembeli asing (export-led technology development).

Sebelumnya, dalam diskusi ekonomi Kompas pada Desember 2010, ekonom Hendri Saparini mengingatkan belum adanya cetak biru industri nasional yang mengaitkan semua sektor untuk mendukung industri yang akan dikembangkan. Pilihan industri seharusnya yang berbasis pada sumber daya alam dan manusia Indonesia.

Dalam diskusi di LIPI, ekonom Dr Siwage Dharma Niaga memperlihatkan, dibandingkan dengan negara tetangga di Asia, ekspor barang manufaktur Indonesia termasuk yang terendah, begitu juga dalam investasi asing langsung. Anggaran riset dan pengembangan hanya 0,05 persen dari produk domestik bruto (PDB)—peringkat ke-84 dari 88 negara—sehingga terlalu rendah untuk membangun ekonomi berbasis pengetahuan yang merupakan modal untuk bersaing di pasar internasional.

(Ninuk M Pambudy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Whats New
BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

Whats New
IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

Whats New
IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

Whats New
Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com