Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebakaran Batu Bara Pemicu Kepunahan

Kompas.com - 26/01/2011, 15:36 WIB

KOMPAS.com — Sekitar 250 juta tahun lalu, lebih dari 90 persen spesies laut di bumi punah. Kebakaran batu bara besar-besaran diduga berperan besar dalam kepunahan ini.

Erupsi gunung berapi di kawasan yang kini dikenal sebagai Siberia di Rusia kemungkinan membuat lapisan batu bara terpicu ledakan. Akibatnya, sejumlah besar abu beracun memenuhi atmosfer. Abu yang kemudian turun ke bumi meracuni laut dan mengubah kimiawi planet ini dan membawa kematian makhluk hidup.

Kemungkinan ini diajukan berdasarkan penelitian dalam jurnal Nature Geoscience oleh tim Geological Survey dari Kanada. Dalam penelitian tersebut tim menemukan partikel gosong atau arang di lapisan sedimen laut dalam di Kutub Utara, yang asalnya diperkirakan dari zaman Permian, 299 juta hingga 251 juta tahun lalu.

Para peneliti menyatakan, partikel-partikel tersebut sangat mirip dengan abu yang terbentuk saat batu bara dibakar. Para peneliti berasumsi, pada periode Permian terjadi erupsi dari basal yang sebelumnya mengendap di area batuan vulkanik yang luas, yang disebut Siberian Trap. Basal adalah batuan beku hasil lelehan gunung berapi yang biasanya berwarna kehitam-hitaman.

Erupsi tersebut kemungkinan memicu terbakarnya lapisan batu bara dan mengirim debu abu terbang dalam jumlah sangat besar hingga lebih dari 20 kilometer ke atmosfer. Bahkan, beberapa erupsi besar diperkirakan melebihi jarak 40 kilometer. Artinya, erupsi ini cukup kuat untuk mengirim abu ke lapisan stratosfer.

Abu yang ringan diperkirakan menyebar secara global dengan bantuan angin, sebelum akhirnya jatuh dari stratosfer. Abu itu kemudian bercampur dengan air dengan sangat perlahan-lahan dan membentuk cairan seperti bubur yang membatasi penetrasi cahaya. Sementara itu, logam beracun dan elemen radioaktif yang terkonsentrasi dalam abu menciptakan kondisi yang sangat beracun.

Tim peneliti juga menganalisis karbon terestrial yang ditemukan di sedimen laut dalam yang seusia dengan periode Permian. Mereka menyatakan, batuan-batuan penunjuk keberadaan sejumlah penting batu bara yang gosong telah diendapkan sebelum kepunahan hewan-hewan laut terjadi.

Para peneliti yang menganalisis geokimia dan petrologi arang ini menyatakan bahwa arang tersebut kemungkinan besar berasal dari pembakaran batu bara Siberia dan dari sedimen yang kaya zat-zat organik. "Arang ini sangat mirip dengan debu batu bara yang dapat kita jumpai saat ini, yang dapat menciptakan kondisi air beracun saat dilepaskan dalam bentuk bubur," tulis laporan ini.

Selama kepunahan di zaman Permian yang juga dikenal sebagai periode Great Dying, siklus biogeokimia terganggu secara global. Gangguan ini menyebabkan kematian sekitar 80 persen hewan-hewan darat dan 90 persen kehidupan laut. (National Geographic Indonesia/Raras Cahyafitri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com