Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Rugi Rp 158,5 Triliun di Kalteng

Kompas.com - 01/02/2011, 22:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengedepankan langkah penegakan hukum terhadap perkebunan dan pertambangan yang merambah kawasan hutan di Kalimantan Tengah. Langkah serupa juga bakal berlanjut di provinsi lain yang memiliki kasus perambahan hutan.

Demikian kesimpulan rapat koordinasi Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Selasa (1/2). Turut hadir Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Darori, Direktur Jenderal Planologi Bambang Soepijanto, sekretaris satgas Denny Indrayana, anggota satgas Mas Achmad Santosa, dan Yunus Hussein.

Dari 15,4 juta hektar kawasan hutan di Kalimantan Tengah, ada 3,8 juta hektar perkebunan yang belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Masalah serupa juga membelit bisnis pertambangan yang tidak memiliki izin penggunaan kawasan hutan di konsesi seluas 3,7 juta hektar.

”Kami tidak ragu-ragu dalam penegakan hukum di sektor kehutanan. Selama tahun 2010 kami menangani 96 kasus kehutanan dan telah divonis 4 kasus, salah satunya melibatkan warga negara asing,” ujar Menhut.

Kerugian negara Dari 352 perusahaan dengan konsesi seluas 4,6 juta hektar, baru 67 perusahaan seluas 800.000 hektar yang memiliki izin pelepasan. Adapun pertambangan, dari 615 perusahaan berizin usaha dengan konsesi seluas 3,7 juta hektar, hanya 9 perusahaan seluas sedikitnya 30.000 hektar memiliki izin penggunaan kawasan. Perambahan ini telah merugikan negara sedikitnya Rp 158,5 triliun.

Euforia otonomi daerah membuat para kepala daerah menerbitkan izin usaha bagi investor di kawasan hutan. Pengusaha semestinya mengurus izin pelepasan kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan, namun banyak yang lalai dan langsung bekerja.

Pemda dan pengusaha semestinya paham, penerbitan izin penggunaan hutan tanpa persetujuan Menteri Kehutanan atau DPR, untuk hutan lindung dan konservasi, melanggar Undang-Undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang juga melarang pemutihan perambahan hutan.

Kuntoro menegaskan, satgas menginginkan penegakan hukum. ”Terlalu pagi untuk menyampaikan langkah-langkahnya, tetapi kami akan cari yang terbaik,” ujar Kuntoro.

Langkah penertiban akan melibatkan lembaga penegakan hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Pemilahan kasus Mas Achmad menambahkan, satgas akan memilah kasus berdasarkan pelanggaran administratif, perdata, pidana, atau administratif dan pidana dengan melihat unsur koruptif dan mafia hukum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com