Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua "Speed Boat" Perusahaan Dirusak Warga

Kompas.com - 27/02/2011, 17:46 WIB

AMBON, KOMPAS.com — Warga dari tiga desa di Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, marah dan membakar dua speed boat milik perusahaan pertambangan PT Weda Bay Nickel, Sabtu (26/2/2011) sekitar pukul 18.00 WIT. Sehari setelah kejadian, Minggu, kondisi di Weda berangsur-angsur pulih.

Udin (30), warga Weda, yang dihubungi dari Ambon mengatakan, sekitar pukul 18.00 WIT, ratusan warga dari sedikitnya tiga desa di Kecamatan Weda, yaitu Nurweda, Nyere, dan Fidijaya, mendatangi kantor perwakilan PT Weda Bay Nickel di dekat kantor Kepolisian Sektor Weda.

Mereka marah karena 10 warga mereka yang bekerja di PT Weda Bay Nickel dipecat oleh perusahaan. Alasannya, mereka tidak memenuhi standar kesehatan yang dimiliki perusahaan. Padahal, sebagai warga setempat, mereka menilai berhak untuk bisa bekerja di perusahaan tambang nikel tersebut.

Kepala Kepolisian Resor Halmahera Tengah Ajun Komisaris Besar Rahmanto mengatakan, warga yang geram dengan pemecatan itu lalu membakar dua speed boat milik perusahaan. Kedua speed boat ini sedang sandar di Dermaga Weda, yang jaraknya memang tidak jauh dari kantor perwakilan PT Weda Bay Nickel.

"Polisi bergerak cepat setelah mengetahui kejadian ini sehingga aksi massa tidak berlanjut pada perusakan aset lain perusahaan ataupun menimbulkan korban jiwa," katanya.

Warga baru tenang kembali sekitar pukul 20.00 WIT, setelah ada pertemuan antara warga, pihak dinas tenaga kerja setempat, dan pihak perusahaan.

Menurut Rahmanto, setelah aksi massa tersebut, kondisi di Weda, ibu kota Kabupaten Halmahera Tengah, berangsur-angsur pulih. Aktivitas warga sudah normal kembali. Namun untuk mencegah kejadian serupa terulang, polisi masih menyiagakan sekitar 120 personel.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wilayah Maluku Utara Ismed Sulaiman mengatakan, minimnya perekrutan warga lokal oleh PT Weda Bay Nickel merupakan salah satu potensi konflik akibat pertambangan di Halmahera Tengah.

Walhi sudah mengingatkan masalah ini, bahkan beberapa kali berunjuk rasa. Banyak pekerja yang direkrut oleh perusahaan justru berasal dari luar Halmahera Tengah. Hal ini, kata Ismed, menimbulkan kecemburan warga lokal.

Selain faktor tersebut, konflik di Halmahera Tengah juga berpotensi muncul karena areal pertambangan mengancam kehidupan suku asli Maluku Utara, Tobutil. Suku terasing tersebut masih hidup berpindah-pindah di areal hutan yang masuk areal tambang.

Tidak hanya itu, areal tambang juga mengancam dua sumber air warga Halmahera Tengah. Kedua sumber air ini berada di Talaga Lagaelol dan Goa Batu Lubang.

"Tanah warga yang masuk areal pertambangan juga masih bermasalah. Pasalnya, ganti rugi yang diterima warga tidak sesuai dengan kesepakatan. Selain itu, ada juga warga yang justru tidak tahu wilayahnya masuk kawasan tambang," ujarnya.

Ismed mendesak Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah dan PT Weda Bay Nickel menyelesaikan potensi konflik sebelum melanjutkan proses menambang nikel di Halmahera Tengah. Tanpa ada penyelesaian, menurut dia, besar kemungkinan konflik yang terjadi pada Sabtu (26/2/2011) akan terjadi lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com