Jakarta, Kompas -
”Pada nilai tukar Rp 8.721 per dollar AS, inflasi tahun 2011 dapat ditekan ke level 5,51 persen. Namun, dengan nilai tukar Rp 9.000 per dollar AS, maka inflasi akan ada di level 5,86 persen. Dengan nilai tukar Rp 8.721 per dollar AS, pertumbuhan ekonomi dapat diarahkan ke level 6,41 persen,” kata Ekonom Anggito Abimanyu di Jakarta, Rabu (2/3).
Nilai tukar rupiah versi Bank Indonesia (BI) per 2 Maret 2011 ditetapkan Rp 8.868 per dollar AS (jual) dan Rp 8.780 per dollar AS (beli). Laju inflasi ikut menentukan nilai tukar.
Negara yang inflasinya relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain, mata uangnya akan cenderung melemah (relative inflation rate). Hal ini terkait aspek paritas daya beli (purchasing power parity). Saat harga produk dalam negeri meningkat, maka masyarakat akan cenderung mencari alternatif tawaran dari negara lain yang lebih murah.
Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) sekaligus Gubernur BI Darmin Nasution mengungkapkan, cadangan devisa Indonesia telah menembus 100 miliar dollar AS. Nilai itu merupakan pencapaian yang pertama kali. Sebelumnya, BI memperkirakan cadangan devisa pada akhir tahun dapat mencapai 110 miliar-120 miliar dollar AS.
Menurut Darmin, kondisi perekonomian stabil, antara lain terlihat pada sektor keuangan. Hal itu ditandai berjalannya kebijakan giro wajib minimum (GWM) perbankan nasional pada Maret 2011 serta tingkat inflasi year on year (tahunan) yang mencapai 6,8 persen.
Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi ke depan tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi, tetapi ekspor dan investasi. Meskipun demikian, perekonomian nasional sudah menjanjikan dan bahkan menjadi penentu pemulihan ekonomi dunia dalam krisis keuangan global.
Sementara itu, Wakil Presiden Boediono dalam seminar ekonomi yang diselenggarakan Creco Research Institute, Selasa (1/3) di Jakarta, menegaskan, meski perekonomian saat ini tengah sehat, Indonesia tetap harus waspada.
Hal itu terutama mewaspadai kemungkinan adanya letupan-letupan krisis sebagai dampak lingkungan yang tidak sehat. ”Oleh karena itu, peningkatan ketahanan ekonomi mutlak diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan guncangan ekonomi yang lebih besar,” ujar Wapres Boediono.