Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Ingin Pembatasan BBM Ditunda

Kompas.com - 11/03/2011, 08:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pembatasan BBM sebaiknya ditunda. Berdasarkan rencana awal, program ini seharusnya dilaksanakan pada awal kuartal dua.

Penundaan ini dilakukan karena banyak asumsi makro yang berubah. “Kalau bisa mending dilakukan penundaan mengingat asumsi berubah, maka baik jika dilakukan penundaan,” tuturnya, Kamis (10/3/2011).

Hatta mengatakan, pemerintah inginnya menunda tetapi sekarang ini masih dalam pembahasan pemerintah dengan Komisi VII DPR. ”Ini harus mendapatkan persetujuan dari Komisi VII, tetapi menurut pandangan kita, kalau pandangan kita, timing-nya lebih bagus kita tunda mengingat harga sekarang masih tinggi,” paparnya.

Sekadar catatan, ada beberapa asumsi makro yang melesat dari perkiraan. Berdasarkan data per 7 Maret, rata-rata ICP sudah mencapai 104 dollar AS per barrel, sudah melompat jauh dari target APBN yang mematok 80 dollar AS per barrel. Untuk lifting minyak dari Januari sampai Februari, rata-rata 905.000 sampai 907.000 per barrel, jauh dari perkiraan pemerintah yang menetapkan 970.000 per barrel. “BPH migas harus kendalikan dalam artian jangan sampai terjadi migrasi pengguna pertamax ke premium,” paparnya.

Menurut Hatta, jangan sampai volume BBM sebesar 38,6 juta kiloliter sampai terdongkrak karena dana yang sudah dianggarkan Rp 92,8 triliun untuk subsidi harus dijaga untuk tidak sampai membengkak. “Oleh sebab itu, kalau kita tidak ingin naikkan BBM, kita menginginkan masyarakat harus disiplin, serta pemerintah juga harus disiplin terhadap anggaran,” tuturnya.

Untuk menjaga kuota BBM itu, harus ada pengendalian yang dilakukan oleh BPH Migas. “UU mewajibkan dia untuk menjaga agar orang yang tidak berhak mengonsumsi BBM bersubsidi atau mencegah terjadinya penyelundupan BBM bersubsidi,” ujarnya.

Masalah penundaan itu sendiri, Hatta melihat, bukan hanya faktor inflasi yang menjadi pertimbangan. “Saya tahu ada pemikiran yang mengatakan Juni ke atas adalah bulan deflasi. Memangnya itu saja yang kita pikirkan? Tidak hanya itu, tetapi kita memikirkan sosial ekonomi masyarakat, daya beli masyarakat, dan dampak pada inflasi harus kita hitung semua,” paparnya.

Sementara itu, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang PS Brojonegoro menyarankan penundaan sebaiknya ditunda sampai semuanya siap dan pada periode inflasi rendah. “Sebaiknya jangan pada periode Mei sampai dengan Agustus karena sudah memasuki bulan Ramadan dan tahun ajaran baru,” katanya. (Bambang Rakhmanto/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Whats New
    Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

    Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

    Spend Smart
    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Spend Smart
    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Work Smart
    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Whats New
    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Whats New
    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Whats New
    [POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    [POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    Whats New
    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Spend Smart
    Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

    Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

    Whats New
    Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

    Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

    Whats New
    Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

    Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

    Whats New
    Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

    Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

    Whats New
    Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

    Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

    Work Smart
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com