BEGITU pesawat Malaysia Airlines yang saya tumpangi mendarat di bandar udara internasional Langkawi, saya tidak merasa sedang berada di sebuah pulau wisata yang lama menjadi perbincangan orang. Saya pun tidak sadar bahwa di sini kerap digelar Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition (LIMA), pameran kedirgantaraan terbesar di Asia Pasifik yang digelar di tahun ganjil.
Bandara Langkawi terlihat biasa-biasa saja. Hanya papan nama bertuliskan “Welcome to Langkapi, Jewel of Kedah” yang mampu menimbulkan rasa penasaran saya. Kedah Darul Alam adalah nama negara bagian tempat pulau ini berada. Dalam hati saya bertanya, seindah apa permata (jewel) wisata yang ditawarkan Langkawi? Dari atas udara, saat hendak mendarat, sekelebat terlihat gugusan pulau kecil yang rimbun terhampar di laut biru. Sungguh pemandangan indah, tapi entah pesona apalagi yang tersimpan di bawah sana.
Pulau Langkawi sendiri berada di laut Andaman, berbatasan dengan sisi selatan Thailand. Langkawi merupakan gugusan pulau yang terdiri dari 99 pulau. Pulau terbesar diberi nama Langkawi, dan di sekelilingnya terdapat pulau-pulau kecil (sebagian berupa pulau karang) yang hamparannya membuat decak kagum setiap orang yang melihatnya.
Andalan wisata pulau yang diharapkan mampu bersaing dengan wisata Bali ini adalah pantai-pantai indah dan eksotisme biota laut yang berlimpah. Selain itu, Langkawi dikenal sebagai pulau bebas cukai (duty free island), sehingga wisatawan bisa menikmati barang-barang impor (termasuk aneka ragam coklat) dengan harga jauh lebih murah.
Tapi untuk menarik minat para wisatawan datang ke pulau ini, pemerintah Malaysia tidak hanya mengandalkan potensi alam yang ada. Sejak pertengahan 1990-an, Mahathir Mohamad yang waktu itu menjabat sebagai Perdana Menteri Malaysia, menggenjot pembangunan pariwisata di kepulauan ini. Jalan-jalan dibangun untuk menghubungkan satu objek wisata ke objek wisata lainnya. Hotel-hotel berbintang dan pusat perniagaan didirikan di beberapa titik kota.
Pemerintah juga membangun obyek wisata seperti wahana Kereta Gantung yang bergerak ke atas menuju puncak gunung MaChinchang. Lalu ada tempat wisata Underwater World, museum Kota Mahsuri dan patung burung elang berukuran besar yang menjadi maskot kepulauan Langkawi.
Langkawi Cable Car
Dari bandara, mobil Serena yang menjemput rombongan wartawan dari Indonesia langsung bertolak ke Laman Padi, sebuah obyek wisata yang banyak dikunjungi turis dari Eropa dan Amerika. Di tempat ini, pengunjung bisa melihat hamparan sawah padi yang sedang menguning setiap saat. Sawah di tempat ini memang sengaja dikondisikan untuk selalu tumbuh sepanjang tahun-meskipun bukan di waktu musim tanam atau panen.
Pemerintah sengaja membuat Laman Padi sebagai obyek wisata, untuk mensosialisasikan peran Langkawi sebagai salah satu penyumbang beras nasional di Malaysia. Tapi bagi wisatawan dari Indonesia seperti saya, wisata padi mungkin kurang menarik, namun dapat menjadi inspirasi mengingat Indonesia dikaruniai tanah yang subur dan hamparan sawah padi yang luas.
Dari Laman Padi, perjalanan dilanjutkan ke kawasan Langkawi Geopark untuk menikmati Langkawi Cable Car, wahana kereta gantung yang membawa pengunjung naik ke puncak gunung MaChinchang.
Obyek wisata ini cukup fenomenal. Kalau kebanyakan kereta gantung bergerak horizontal dari satu titik ke titik berikutnya, Langkawi Cable Car khusus dibangun untuk menggerakkan kereta secara diagonal, mendaki gunung setinggi 700 meter yang sudah berusia 550 juta tahun.
Hari itu (Minggu, 10 April 2011) kebetulan bukan musim liburan, sehingga tidak banyak antrean di loket. Yazi, pemandu wisata yang menemani saya selama di Langkawi mengungkapkan, di musim liburan, antrean tiket bisa sangat panjang. Seorang pengunjung sampai harus menunggu dua jam untuk bisa menikmati wahana yang tiketnya dijual seharga RM 30 (sekitar Rp 100 ribu) per orang.
Namun kalau Anda berada di Langkawi pada musim hujan, boleh jadi Anda tidak bisa menikmati keindahan Langkawi dari atas kereta gantung. “Kalau sedang hujan atau angin bertiup kencang, Cable Car langsung ditutup. Pengunjung yang sedang berada di atas dibawa turun ke bawah,” tutur Yazi, warga Malaysia yang lahir dan besar di Pulau Langkawi.
Setelah memegang tiket, saya tak sabar masuk ke dalam kereta bermuatan 6 orang itu. Lalu kereta perlahan bergerak naik. Tak terasa, daratan sudah menjauh dan gugusan Pulau Langkawi dan keindahan laut Andaman mulai terlihat. Sebuah pemandangan indah yang sayang untuk dilewatkan tanpa mengabadikannya dengan kamera.
Begitu sadar kereta berada di angkasa, rasa takut mulai muncul, khususnya saat kereta melewati tiang dan hentakannya mengguncang orang-orang di dalamnya. Tapi keindahan alam yang terhampar di depan mata meredam rasa takut. Di sisi daratan, terlihat air terjun tujuh lapis yang oleh penduduk setempat dinamai air terjun Tujuh Telaga.
Ada dua stasiun pemberhentian yang dilewati. Tapi Cik Azira, pemandu dari Malaysia Tourism Board yang menemani saya, menyarankan untuk tidak berhenti di pemberhentian pertama, karena kebanyakan pengunjung menuju ke stasiun kedua untuk menikmati pemandangan dari puncak gunung tertinggi kedua di Langkawi.
Benar saja. Begitu tiba di atas gunung MaChinchai, saya tak henti-henti berkeliling menikmati pegunungan, gugusan pulau, lautan yang biru dan hijau yang menjadi salah satu daya tarik Langkawi.
Setelah itu, Azira langsung menunjuk ke jembatan lengkung yang berada di sisi kanan stasiun pemberhentian. Jembatan yang ditopang dengan satu tiang setinggi 82 meter dan berada di ketinggian 100 meter di atas laut ini menawarkan pengalaman mendebarkan. Pijakannya pun seolah tersusun dari papan-papan yang disambungkan dengan kerangka jembatan.
Maka dari sekian banyak jembatan goyang yang pernah saya coba, inilah jembatan yang goyangannya memicu adrenalin. Dari atas sini, saya memiliki sudut pandang lebih luas untuk menikmati keindahan alam yang terbentang di depan. Panorama puncak pegunungan, berpadu indah dengan hamparan laut di bawahnya, merupakan bonus yang didapat para pengunjung begitu menjejakkan kaki di atas jembatan.
Jembatan sepanjang 125 meter ini dibangun mulai tahun 2004 oleh arsitek dari Jerman selama sekitar tiga tahun. Jembatan tersebut juga telah mengantongi beberapa penghargaan di bidang konstruksi, dan tercatat sebagai jembatan pejalan kaki melengkung terpanjang di dunia.
Sepulang dari Langkawi Cable Car, saya dan dua teman wartawan dari Kantor Berita Antara dan majalah Fashion Pro menikmati sore hari di Daratan Lang, dan berpose di bawah patung burung elang berukuran raksasa yang menjadi maskot kepulauan Langkawi. Harap maklum, Langkawi sejak dulu dikenal sebagai tempat tinggal kawanan burung elang.
Di pulau ini, terdapat satu pengalaman wisata memberi makan burung elang yang akan saya ceritakan di tulisan berikutnya. (Bersambung)