Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemkab Batubara Kesulitan Membangun

Kompas.com - 18/05/2011, 03:44 WIB

Medan, Kompas - Pemerintah Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, bakal sulit menjalankan program dan membangun beberapa infrastruktur jika dana Rp 80 miliar yang diinvestasikan di Bank Mega tidak kembali pada bulan Juni 2011. Dana itu sedianya dialokasikan untuk pembangunan pada semester II tahun 2011

Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Batubara Efrianis, Selasa (17/5) di Medan, mengatakan, selama ini ada biaya operasional pemerintahan yang tersendat, tetapi bisa ditalangi dana lain. Namun jika pada Juni nanti dana itu tidak cair, pembangunan proyek infrastruktur dan program akan tersendat. ”Dana itu tidak spesifik pada bidang tertentu, tapi menyeluruh di semua dinas,” kata Efrianis.

Ia tidak bisa memerinci di pos mana yang akan dialokasikan dari dana itu, sebab Rp 80 miliar merupakan dana yang diparkir sebelum digunakan. ”Pada prinsipnya, kami tetap akan meminta uang itu kembali, sebab itu bukan uang siapa-siapa, itu uang rakyat. Kami ini korban mafia perbankan,” kata Efrianis.

Rabu ini, DPRD Kabupaten Batubara memanggil Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain untuk memberikan keterangan perihal kasus ini. Selain itu, Pemkab Batubara tengah menyusun langkah melaporkan Bank Mega ke polisi, terkait dana yang diduga dilarikan karyawan bank itu.

Sebelumnya, Satuan Khusus Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung menangkap dua pejabat Kabupaten Batubara, yakni Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Batubara YR, dan Kuasa Bendahara Umum Daerah Kabupaten Batubara FK. Keduanya diduga mendapatkan keuntungan dana segar senilai Rp 405 juta dari penempatan deposito senilai Rp 80 miliar di Bank Mega Jababeka, Bekasi, Jawa Barat. Dana yang ditempatkan itu ternyata tidak bisa ditarik kembali.

Dana Bansos Sikka

Sementara itu, kasus korupsi dana bantuan sosial Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), tahun 2009 sebesar Rp 10.752.959.500 bakal menyeret sekitar 10 pejabat eksekutif dan legislatif di daerah itu.

”Sedikitnya 10 pejabat penting terlibat, tapi kami belum bisa mengungkap saat ini, sebab investigasi sedang dilakukan. Kami masih mengejar keterangan seorang pejabat di dinas PPKAD (Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), yang masih sakit pascapercobaan bunuh diri pada pekan lalu. Kami akan mengecek ke dokter rumah sakit, apa memang yang bersangkutan masih sakit atau pura-pura sakit,” kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sikka, Landoaldus Mekeng, Selasa (17/5).

Pansus DPRD Sikka mengusut kasus itu berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT terkait keuangan Pemkab Sikka tahun 2009. BPK menemukan pertanggungjawaban belanja bansos pada bagian Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) Setda Sikka sebesar Rp 10,7 miliar penuh kejanggalan.

Belanja bahan makanan dan bahan bangunan yang dibayarkan Bendahara Pengeluaran Pembantu Dana Bantuan Bagian Kesra, Yoseph Otu, kepada rekanan (CV Gl, Maumere)—terdapat 29 kuitansi fiktif. Kepada pansus, Yoseph mengakui 29 kuitansi fiktif itu dibuat atas perintah bendahara bagian kesra.

”Dalam investigasi terungkap penyimpangan, seperti bencana Gunung Egon tahun 2008, tapi dananya diambil dari dana bansos tahun 2009. Seharusnya diambil dari dana pada tahun berjalan. Kami juga masih menyelidiki kemungkinan penggelembungan harga,” kata Landoaldus.

Pada kuitansi tertera pembayaran paku 26 ton, ternyata pembeliannya cuma 3 ton. Harga seng per lembar tercantum Rp 50.000, setelah dicek ke rekanan ternyata Rp 32.500 per lembar. ”Kasus ini pantas ditangani KPK, bukan kejaksaan,” kata Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Masyarakat, Cesar Bara Bheri. (WSI/SEM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com