Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden: Renegosiasi Kontrak yang Tak Adil

Kompas.com - 03/06/2011, 05:11 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah mengambil kebijakan akan merenegosiasi semua kontrak karya dengan perusahaan dan mitra dari negara lain yang dirasa tidak adil atau merugikan bangsa Indonesia. Sebagian besar kontrak yang akan direnegosiasi merupakan kontrak di sektor pertambangan.

”Pemerintah sedang melakukan review, one by one. Apakah kontrak-kontrak di dunia bisnis dan ekonomi, termasuk investasi dari perusahaan-perusahaan negara sahabat,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (1/6), dalam penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja Pemerintah Pusat Tahun 2010 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Istana Negara. Persoalan ketidakadilan ekonomi sendiri sempat disinggung Ketua BPK Hadi Purnomo saat menyampaikan laporan itu.

”Saya tidak menyalahkan masa lalu. Bisa jadi dulu memang kita sangat memerlukan investasi untuk industri kita. Barangkali bargaining position kita juga tidak sekuat sekarang sehingga terjadilah kontrak itu. Namun, manakala kontrak itu sangat mencederai rasa keadilan dan tidak logis, ada pintu sebetulnya untuk bicara baik-baik, renegosiasi, dengan catatan dalam rangka sanctity of contract (kesucian kontrak),” katanya.

Presiden juga memerintahkan agar kontrak yang dilakukan pada masa depan lebih logis, lancar, adil, dan membawa manfaat. Sejumlah ketidakadilan yang muncul akibat kontrak masa lalu jangan sampai diulangi lagi.

Presiden menegaskan, dalam Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, pemerintah memprioritaskan investasi dari BUMN dan swasta dalam negeri yang harus mengikuti kaidah kontrak, yakni mengutamakan keadilan.

Pemerintah, menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, tetap menghormati setiap kontrak yang dibuat dengan para mitra, terutama di sektor pertambangan. Namun, kontrak yang dinilai abnormal akan dikaji lagi untuk dicari solusi yang baik (win-win solution).

”Dulu mungkin saat menyusun kontrak itu faktor indikator-indikator, misalnya untuk menjaga lingkungan, upaya untuk menjaga pertambangan yang sehat dan hijau, serta untuk menjaga kewajiban kepada negara, mungkin tak di-drafting dengan cukup baik sehingga itu harus di-review, dipelajari, dan itu inisiatif bersama. Kemkeu akan terlibat saat review itu,” kata Agus.

Sejauh ini pemerintah belum merinci dan menghitung kontrak karya mana saja yang merugikan dan berapa kerugian yang ditimbulkan dari kontrak karya yang dirasa tidak adil.

Catatan Kompas per Maret 2011, porsi operator migas nasional hanya sekitar 25 persen, selebihnya 75 persen dikuasai pihak asing. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM menetapkan target porsi operator oleh perusahaan nasional mencapai 50 persen pada 2025.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menyatakan, renegosiasi kontrak karya tersebut dari perspektif hukum sangat mungkin dilakukan. Bahkan, ia menyatakan, negara lain berani melakukan nasionalisasi.

Tinjau PP perbankan

Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad di Jakarta menegaskan, peraturan pemerintah (PP) yang memberi keleluasaan asing menguasai saham perbankan hingga 99 persen perlu dibahas lagi.

Sampai Maret 2011, pihak asing telah menguasai 50,6 persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan, Rp 3.065 triliun, dikuasai asing. Secara perlahan porsi kepemilikan asing terus bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru mencapai 47,02 persen.

Ekonom Aviliani di Jakarta menambahkan, perbankan menguasai 80 persen perekonomian Indonesia. ”Kalau kepemilikan tidak berkaitan dengan banyak hal, tak masalah. Namun, ibaratnya, perbankan ini jantung suatu negara. Kalau bank banyak dikuasai asing, lantas terjadi krisis, sulit dikendalikan,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini mengatakan, situasi saat ini sudah berbeda dibandingkan dengan 1998 yang diwarnai krisis. Oleh karena itu, ia berpendapat, saat ini ada baiknya jika bank nasional menjadi bank di negeri sendiri.

Zulkifli mencontohkan, saat krisis 2008 terjadi, bank-bank di Amerika Serikat turut menanggung akibat krisis itu. Namun, kondisi serupa tak terjadi di Indonesia.

Sementara itu, sejumlah ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) pada diskusi terbatas yang digelar Indef bersama Soegeng Sarjadi Syndicate bertema ”Ekonomi dan Nasionalisme” di Jakarta, Rabu, menegaskan, regulasi kepemilikan bank asing di Indonesia tidak setara dengan peraturan di negara lain yang menjadi mitra Indonesia.

Peraturan itu harus disetarakan dengan negara lain secara bertahap. Salah satunya adalah penerapan pembatasan kepemilikan asing hanya sampai 49 persen, persis seperti kepemilikan terhadap industri media.

(WHY/IDR/BEN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

Whats New
Surat Utang Negara adalah Apa?

Surat Utang Negara adalah Apa?

Work Smart
Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Whats New
Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Whats New
Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

BrandzView
Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Whats New
Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Whats New
Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Biaga hingga BCA

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Biaga hingga BCA

Whats New
Harga Emas Terbaru 17 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 17 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
OJK Cabut Izin Usaha Koperasi LKM Pundi Mataran Pati

OJK Cabut Izin Usaha Koperasi LKM Pundi Mataran Pati

Whats New
Jelang Akhir Pekan, IHSG Dibuka 'Tancap Gas', Rupiah Melemah

Jelang Akhir Pekan, IHSG Dibuka "Tancap Gas", Rupiah Melemah

Whats New
Rupiah Tinggalkan Rp 16.000 per Dollar AS

Rupiah Tinggalkan Rp 16.000 per Dollar AS

Whats New
Pertamina Hulu Rokan Produksi Migas 167.270 Barrel per Hari Sepanjang 2023

Pertamina Hulu Rokan Produksi Migas 167.270 Barrel per Hari Sepanjang 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com