Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkurangnya Hutan di Kalteng Berlanjut

Kompas.com - 07/06/2011, 19:32 WIB

PALANGKARAYA, KOMPAS.Com - Berkurangnya luas hutan di Kalimantan Tengah diperkirakan terus berlanjut, karena tak adanya tindakan tegas kepada para pelaku pelanggaran.

Laju deforestasi (kerusakan hutan) Kalteng yang setiap tahun mencapai sekitar 150.000 hektar, kian sulit dibendung tanpa disertai efek jera untuk mereka.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng, Arie Rompas, di Palangkaraya, Selasa (7/6/2011), mengatakan, pihaknya mencatat 141 perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi dalam kawasan hutan seluas 718.295 ha. Perusahaan-perusahaan itu merugikan negara Rp 18,21 triliun dan 789.000 dollar AS.

Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat 31 perusahaan di Kalteng yang seharusnya terkena sanksi berupa penghentian izin operasional. "Akan tetapi tak ada tindak lanjut kasus perusahaan-perusahaan itu. Belum ada kepala daerah atau perusahaan yang disidik secara hukum," ujarnya.

Tak adanya efek jera, membuat perusahaan perkebunan dan pertambangan terus menambah luas kawasan usaha. Karena itu, tutur Arie, terus meluasnya kawasan perkebunan dan pertambangan di Kalteng menjadi indikasi semakin terdesaknya kawasan hutan yang mengarah pada deforestasi.

"Pada sektor sawit misalnya. Luas perkebunan tanaman itu di Kalteng sekitar 800.000 hektar pada tahun 2006, dan saat ini sudah mencapai 1,8 juta hektar , katanya.

Arie berpendapat, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, dinilai belum efektif untuk menahan deforestasi . Inpres tersebut hanya bersifat instruksi dan tak memiliki dampak hukum yang mengikat. Karena itu, inpres amat mudah untuk tidak dipatuhi.

"Itu terjadi pada Inpres Nomor 2 Tahun 2007 tentang Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) yang tak pernah dijalankan," ujarnya.

Arie menambahkan, hutan primer yang dicantumkan dalam Inpres Nomor 10 Tahun 2011 adalah istilah yang tak dikenal dalam tata kebijakan dalam sektor kehutanan, dan merupakan upaya pengaburan dari obyek moratorium yang seharusnya berlaku untuk hutan alam.

Menurut Arie, di Kalteng terdapat sekitar 3 juta hektar lahan gambut yang termasuk obyek moratorium. Namun di kawasan itu sudah dikeluarkan 118 izin konsensi untuk perkebunan sawit dan 13 izin tambang, dengan luas total 774.574 hektar.

Wakil Koordinator ICW (Indonesia Corruption Watch), Emerson Yuntho, mengungkapkan pula, meskipun berbagai pihak sudah mengemukakan angka-angka kerugian akibat pelanggaran pada sektor perkebunan dan pertambangan di Kalteng, nyaris tak ada tindakan tegas terhadap perusahaan yang melakukannya.

"Seolah-olah Kalteng tak tersentuh untuk kasus-kasus pertambangan dan perkebunan. Selama tak ada efek jera untuk para pelaku, mereka akan terus melakukan pelanggaran, ujarnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Spend Smart
Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Spend Smart
Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan 'Tax Holiday'

Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan "Tax Holiday"

Whats New
Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Whats New
Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Whats New
Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com