Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pilot Mogok?

Kompas.com - 27/07/2011, 03:13 WIB

Chappy Hakim

Pada hari Rabu, 27 Januari 2010, di Hotel Borobudur, Jakarta, berlangsung penyerahan sertifikat Four Star Airline dari CEO Skytrax Edward M Plaisted kepada Direktur Utama Garuda Indonesia. Ini capaian maskapai penerbangan pembawa bendera Indonesia yang sangat membanggakan.

Tahun 2010 Garuda mengumumkan perolehan laba sebesar Rp 515,5 miliar dan pendapatan usaha (operating revenue) sebesar Rp 19.534 triliun yang berarti meningkat 9,4 persen dibandingkan dengan tahun 2009. Sebelumnya, beberapa prestasi dan capaian spektakuler telah diraih oleh manajemen Garuda, terutama dalam kurun waktu lebih kurang lima tahun terakhir.

Di antara prestasi yang dicapai itu antara lain adalah pemecahan rekor Muri sebagai maskapai pertama yang memberikan pelayanan imigrasi on board, mengantar Garuda memasuki pasar modal sebagai perusahaan yang go public, dan penambahan 24 armada pesawat terbang modern sepanjang tahun 2010.

Tentu saja kita semua patut memberikan acungan jempol kepada pihak manajemen yang demikian dinamis dan penuh semangat mengantar maskapai flag carrier Republik Indonesia ke panggung dunia ini.

Sayangnya di tengah-tengah iklim yang sangat membahagiakan ini, tiba-tiba saja muncul berita tentang keinginan Asosiasi Pilot Garuda untuk melakukan mogok terbang pada 28 Juli 2011. Rencana mogok pilot Garuda tersebut dipicu oleh tingginya perbandingan gaji pilot lokal dan pilot asing.

Pihak manajemen meresponsnya dengan mengatakan bahwa kontrak pilot asing dilakukan hanya sementara. Mereka dikontrak selama satu tahun untuk mengisi kekosongan pilot karena bertambahnya armada baru.

Dari penjelasan manajemen ini, menjadi jelas bahwa akar permasalahannya adalah Garuda kekurangan pilot.

Krisis pilot

Masalah Indonesia kekurangan pilot merupakan masalah yang sudah dapat dideteksi, minimal diantisipasi pada lebih kurang sepuluh tahun yang lalu. Pada awal tahun 2000-an kecenderungan akan dialaminya kekurangan tenaga pilot sudah sangat jelas terlihat.

Pesatnya pertumbuhan penumpang dan layanan pengiriman barang menggunakan jasa angkutan udara sudah menunjukkan kebutuhan tersebut. Namun, seiring meningkatnya tuntutan jasa angkutan udara, yang terjadi justru adalah penurunan produksi dari lulusan pendidikan pilot di Tanah Air.

Khusus bagi Garuda, sebagai perusahaan penerbangan paling berpengalaman di republik ini, tentunya Garuda sudah dapat mencium gejala dari meningkatnya kebutuhan pilot. Lebih-lebih maskapai ini sudah mempunyai rencana yang matang bagi pengembangan perusahaan, termasuk upaya menambah armada pesawatnya.

Garuda pernah mengumumkan pertambahan pesawat yang akan secara bertahap mencapai jumlah 116 pesawat pada tahun 2015 dan akan menjadi 154 pesawat pada tahun 2016. Menjadi sangat sulit dimengerti jika kemudian maskapai kebanggaan sekelas Garuda bisa menghadapi krisis kekurangan pilot. Garuda memiliki sumber daya manusia yang sangat piawai dalam menghitung kebutuhan pilot versus jumlah pesawat yang akan dioperasikan.

Kebutuhan pilot bagi maskapai sekelas Garuda tidak lazim berpola seperti maskapai-maskapai karbitan yang kini tengah menjamur di Tanah Air. Dengan standar keamanan terbang kelas dunia, tentunya pembinaan pilot di Garuda haruslah berpola yang mengacu kepada standar pembinaan yang berjenjang dan terjaga kualitas dan kompetensinya.

Para pilot senior Garuda adalah dan harusnya berasal dari hasil pembinaan yang bertahun-tahun, mulai dari pilot yunior sampai dengan kualifikasi kapten dan instruktur. Mereka bukanlah para pilot yang diperoleh dari hasil bajakan kiri-kanan seperti yang banyak terjadi di maskapai penerbangan lain. Penerbang lulusan sekolah penerbang akan membutuhkan waktu lebih kurang dua tahun baru bisa menduduki posisi sebagai pilot operasional di maskapai penerbangan sekelas Garuda.

Lemah perencanaan

Hal ini menggambarkan dengan jelas, betapa dibutuhkan perencanaan yang sangat matang dan detail dari pihak manajemen dalam konteks penambahan pesawat baru. Belum lagi perekrutan, berupa ground school, flight training, dan simulator bagi para pilot senior sekalipun untuk menyesuaikan dengan pesawat pengadaan baru, berkaitan dengan kemajuan teknologi penerbangan. Hal ini tidak akan cukup memakan waktu 2-3 bulan.

Di sinilah mungkin terletak kekeliruan pihak manajemen dalam pengembangan perusahaan. Bayangkan, pencapaian yang demikian spektakuler seperti meraih tingkat Maskapai Bintang Empat, pemecahan rekor Muri, dan perolehan laba yang triliunan rupiah tersebut kini dinodai hanya dengan masalah kekurangan pilot. Kekurangan pilot yang hanya disebabkan oleh kelengahan dalam penyusunan perencanaan mendasar dari pengembangan perusahaan.

Fenomena kekurangan pilot memang terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun, apabila sudah diantisipasi dan dibahas secara detail, perusahaan akan memperoleh satu paket solusi yang tepat dan dapat didiskusikan serta dikomunikasikan dengan seluruh jajaran perusahaan, termasuk dan bahkan terutama para pilot.

Apalagi yang menyangkut penambahan jumlah armada pesawat. Menjadi agak janggal jika maskapai penerbangan sekelas Garuda menghadapi masalah kekurangan pilot pada saat menambah jumlah pesawatnya.

Harus diingat bahwa Garuda adalah show room-nya maskapai penerbangan domestik dalam segala hal, terutama berkaitan dengan kualitas pelayanan yang berkaitan langsung dengan keamanan terbang. Garuda bukanlah maskapai penerbangan sekelas maskapai yang tiba-tiba saja menambah armada pesawat dengan pesawat-pesawat modern dengan jumlah yang banyak kemudian merekrut awak pesawat dan pegawai-pegawainya dengan cara yang amatiran.

Dengan model seperti ini, sangat mudah diterka seperti apa yang akan terjadi kemudian, yaitu huru-hara di banyak bandara karena keributan para penumpang dan calon penumpang dengan pegawai perusahaan. Keributan tentang delayed dan cancelled alias keterlambatan dan pembatalan sejumlah jadwal penerbangan yang memang merupakan produk dari pengelolaan kagetan ala manajemen angkot.

Di sisi lain, otoritas penerbangan nasional, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, seyogianya turut bertanggung jawab dalam masalah ini. Peningkatan kualitas dan kuantitas pengadaan pilot melalui Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Kementerian Perhubungan sangat layak untuk menjadi perhatian utama.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia sangat membutuhkan tersedianya angkutan udara yang aman dan nyaman, tanpa diganggu oleh mogoknya para pilot!

Chappy Hakim Pencinta Penerbangan, Senior Advisor Charta Politika

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com