Manado, Kompas
Nilai ekspor tahun 2010 hanya 61 juta dollar AS, sementara impornya 666 juta dollar AS. Total defisitnya 605,2 juta dollar AS. Selama lima tahun terakhir, nilai neraca perdagangan ke Brunei juga merosot, yakni sekitar 23 persen. Impor terbesar dalam bentuk minyak dan gas, sementara ekspornya berupa barang- barang konsumsi.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, neraca perdagangan 2006 sebesar 1,6 miliar dollar AS. Nilai neraca mencapai puncaknya pada 2008, yakni sebesar 2,46 miliar dollar AS. Masalah tersebut menjadi topik pembicaraan bilateral antara Indonesia-Brunei dalam pertemuan menteri ASEAN di Manado.
Direktur Kerja Sama Bilateral Kementerian Perdagangan Pradnyawati, seusai menghadiri pertemuan bilateral dengan Second Minister of Ministry of Foreign Affairs and Trade Brunei Darussalam Pehin Dato Lim Jock Seng, Rabu (10/8), mengatakan, tidak ada kesepakatan khusus terkait rendahnya neraca perdagangan.
”Kami hanya akan memaksimalkan mekanisme yang sudah ada, yakni lewat working group on trade and investment,” katanya.
Menurut dia, masih rendahnya nilai neraca perdagangan ke Brunei karena kendala transportasi. ”Akses jalan darat masih sulit. Kargo lewat udara yang langsung juga belum ada. Barang harus transit dulu di Singapura. Andalannya hanya transportasi laut,” ujarnya.
Dia menambahkan, aturan labeling dan sertifikasi halal di Brunei juga sangat ketat. Akibatnya, banyak produk makanan dan minuman yang sulit masuk ke sana. Ketentuan tersebut masuk dalam hambatan nontarif.
Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, rendahnya neraca perdagangan juga disebabkan kecilnya pasar di Brunei.