Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target Tinggi, Anggaran Tak Mendukung

Kompas.com - 12/08/2011, 04:25 WIB

Oleh Ninuk Mardiana Pambudy

Dalam pertemuan Dewan Ketahanan Pangan di Bogor, akhir Juli lalu, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro buka kartu. Dia merasa tuntutan terhadap sektor pertanian tanaman pangan, terutama beras, begitu besar, tetapi anggaran yang disediakan tak maksimal.

nggoro menghitung, petani padi mengeluarkan biaya Rp 94,5 triliun untuk memproduksi beras di areal 13,5 juta hektar dengan modal rata-rata Rp 7 juta per hektar. Sementara itu, pemerintah membantu dalam bentuk subsidi benih, pupuk, kredit, dan irigasi yang besarnya Rp 32,7 triliun atau hanya 34,6 persen. Kalau dihitung lebih jauh, nilai produksi petani tersebut 68,6 juta ton gabah kering giling atau kira-kira senilai Rp 329,28 triliun.

Anggoro merinci lagi, kredit modal yang disediakan pemerintah dalam bentuk Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) hanya Rp 2,7 triliun. Hingga Mei 2011, realisasinya hanya Rp 95 miliar, sementara kebutuhan modal usaha tani Rp 94,5 triliun.

Tidak maksimalnya kebijakan anggaran itu terlihat dari tidak naiknya harga patokan pembelian gabah oleh pemerintah yang pelaksanaannya diserahkan kepada Bulog. Tahun ini, HPP itu tidak naik. Akibatnya, saat panen raya yang lalu Bulog tak mampu membeli karena harga gabah lebih mahal daripada harga patokan pembelian oleh pemerintah.

”Pemerintah melepas tata niaga ke pasar. Buktinya, ada HPP, tetapi tak pernah bisa operasional,” tandas anggota Komisi XI DPR yang membidangi keuangan dan perbankan, Sadar Subagyo.

Di sisi lain, pemerintah memproteksi subsidi bahan bakar minyak (BBM) habis-habisan, bahkan rela menambah subsidi meski banyak kritik dilontarkan pada pilihan kebijakan itu. Pemerintah menghitung, lonjakan volume konsumsi BBM bersubsidi mungkin mencapai 40,49 juta kiloliter senilai Rp 117 triliun atau bertambah Rp 22 triliun dari pagu awal (Kompas, 15/7).

Padahal, semua orang tahu, yang menikmati subsidi tersebut hampir semua orang kota berpenghasilan menengah, sementara lebih dari separuh penduduk Indonesia hidup dari pertanian dan perikanan di pedesaan. Survei Sosial Ekonomi Nasional (2009) dan Bank Dunia (2011) menunjukkan, sepersepuluh warga termiskin mengonsumsi kurang dari 1 persen BBM bersubsidi, sementara separuh kelompok berpenghasilan tertinggi mengonsumsi 84 persen BBM bersubsidi (Kompas, 15/7).

Prioritas

Bila dibedah, anggaran yang disediakan pemerintah untuk pertanian tanaman pangan padi, jagung, dan kedelai, menurut Anggoro, untuk pupuk Rp 18 triliun, bantuan benih Rp 1,9 triliun, kredit KKPE Rp 2,7 triliun, dan irigasi Rp 16,2 triliun.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com