Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertamina Berpotensi Rugi Rp 11,2 Triliun

Kompas.com - 23/08/2011, 10:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada kemungkinan PT Pertamina (Persero) bakal menderita kerugian (potential loss) dari bisnis bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan elpiji. Tak tanggung-tanggung, sebagai pengemban kewajiban layanan publik atawa public service obligation (PSO), potensi kerugian yang mungkin tercatat pada akhir tahun nanti mencapai Rp 11,2 triliun.

Angka tersebut melampaui kerugian Pertamina dari bisnis PSO tahun lalu yang mencapai Rp 6,9 triliun. Terhadap BBM bersubsidi sendiri, Pertamina menghitung, dengan tingkat harga sekarang, kemungkinan rugi tahun ini sekitar Rp 2,5 triliun.

Sebab, delta alias selisih antara harga minyak mentah dengan harga premium Pertamina hanya sekitar 50 sen per barel. “Jadi, sebetulnya, kalau kita mengolah minyak mentah menjadi premium kita rugi,” ujar Vice President Coorporate Communication Pertamina M. Harun, Senin (22/8/2011).

Sekadar catatan, setiap tahun Pertamina mengeluarkan dana Rp 400 triliun untuk pengadaan BBM bersubsidi.

Harun menjelaskan, angka delta memang fluktuatif karena faktor penentunya adalah kondisi pasar. Di semester pertama 2011, angka delta masih baik, rata-rata 13 dollar AS per barrel. Tapi sejak Juni - Juli ini, delta mulai anjlok. Menurut Harun, penyebabnya adalah kondisi pasar yang dipengaruhi oleh melemahnya ekonomi Eropa dan Amerika.

Untuk menekan potensi kerugian ini, Pertamina pernah mengajukan peningkatan alfa atau margin penjualan BBM bersubsidi sebesar Rp 50. Sayang, pemerintah dan DPR menolak mentah-mentah usulan tersebut.

Potensi kerugian ini juga karena Pertamina tidak menaikkan harga jual elpiji ukuran 12 kg dan 50 kg hingga akhir tahun. Pertamina menghitung kerugian dengan menahan harga elpiji itu mencapai Rp 3,7 triliun.

Sumber potensi kerugian yang lain juga berasal dari biaya pencadangan BBM selama 22 hari dan minyak mentah selama 14 hari. “Semua ini menggunakan dana Pertamina. Uang kami mati di sana,” jelas Harun, lagi.

Dalam setahun, perusahaan migas pelat merah ini menyiapkan dana Rp 40 triliun untuk pencadangan BBM dan minyak mentah. Dari jumlah dana pencadangan ini, Pertamina menaksir potential loss mencapai Rp 5 triliun. “Sehingga kalau kita hitung-hitung sudah Rp 11,2 triliun loss yang kita derita,” ujarnya.

Potensi kerugian ini tentu membebani kinerja keuangan akhir tahun. Oleh karena itu Pertamina harus lebih berhati-hati, apalagi karena konsumsi BBM bersubsidi yang makin lama makin menanjak. Padahal, di lain pihak, menurut Harun, margin penjualan dari bisnis BBM bersubsidi masih kurang besar.

Pertamina bakal menyampaikan potensi kerugian kepada pemegang saham dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Yang penting pemegang saham mengetahui usaha yang kita lakukan dan seperti ini kondisinya,” ucap dia. (Petrus Dabu/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com