Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelemahan Rupiah dan Logika yang Kacau

Kompas.com - 23/09/2011, 09:32 WIB

KOMPAS.com- Baru saja IMF mengeluarkan laporan soal prediksi pertumbuhan ekonomi global. Intinya, ekonomi AS dan zona euro tumbuh akan lebih lambat tahun ini dan tahun depan. Pertumbuhan ekonomi Asia, walau diperkirakan turut anjlok tetapi tetap jauh lebih tinggi dari dua kawasan itu.

Lagi, para investor dan pelaku pasar pun terus menghindari pembelian saham-saham di Eropa dan AS. Ini terlihat dari anjlok indeks-indeks saham di AS dan zona euro.

Lebih jauh lagi, perbankan AS dan zona euro sedang kesulitan mendapatkan pendanaan. Bahkan IMF memperingatkan terancamnya kekuatan permodalan bank-bank di AS dan zona euro karena terus mengalami peningkatan kredit bermasalah. Bank Sentral AS sendiri malah mengingatkan akan ada risiko penurunan lebih lanjut ekonomi AS. Namun anehnya, dengan keadaan seperti itu kurs dollar AS malah menguat terhadap rupiah dan juga hampir terhadap semua mata uang dunia, termasuk Asia.

Ada satu alasan yang muncul dalam berbagai pemberitaan soal faktor di balik kenaikan kurs dollar AS. Dalam keadaan pasar tertekan, disebutkan bahwa para investor lari ke safe haven (asset yang dianggap aman). Dan asset safe haven itu adalah mata uang dollar AS. Karena dianggap aman, maka investor rame-rame berburu dollar AS, demikian logikanya.

Di sinilah logika itu menjadi kacau balau. Aset yang dianggap aman adalah aset yang memiliki prospek ke depan, tertutama prospek ekonomi. Apakah dollar AS memiliki prospek? Tidak!

Jim Rogers, seorang investor terkenal AS, kepada situs CNBC, Kamis (22/9/2011), dengan jelas menegaskan bahwa dollar AS bukanlah safe haven. Dalam tiga tahun terakhir ini terbukti kurs dollar AS anjlok terus terhadap mata uang kuat dunia karena perekonomiannya tak kunjung membaik.

Lalu mengapa dollar AS mendadak menguat dan tergolong pesat penguatannya, jika dollar AS bukanlah aset yang aman? Hal ini hanya bisa dijawab dengan menyelami logika dan pemikiran para spekulan. Namanya spekulan, termasuk para hedge fund, amat sering melakukan tindakan yang jauh di luar logika ekonomi.

Pengamat pasar modal dan Yanuar Rizky dengan gamblang mengatakan, Bank Sentral AS sendiri telah berperilaku sebagai spekulan. Bank Sentral AS, bermain di pasar, untuk merogoh keuntungan dengan memainkan perannya yang masih kuat dan bisa mendikte pasar.

Apa tujuannya? Jelas, untuk meraih untung sesaat guna menyelamatkan kebangkrutan keuangan negara AS dengan menyedot dana-dana lewat permainan dari pasar.

Meski demikian, masih banyak logika misterius yang berlaku di pasar, yang tetap sulit dicerna. Inilah sebuah absurditas pasar yang berlaku dalam 10 tahun terakhir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com