Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napi Selipkan HP di Telur, Roti, dan Lipatan Baju

Kompas.com - 04/10/2011, 14:04 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam penelusuran pelaku kasus penipuan melalui pesan singkat dan telepon seluler (ponsel), Subdirektorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menemukan sekitar 1800 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta, Sumatera Utara terlibat dalam kasus itu.

Mereka melakukan penipuan dari balik sel memakai ponsel yang diselundupkan dengan berbagai cara. "HP di sana selalu berputar hari ini di ruangan A besoknya di ruangan B, sehingga sulit terlacak meski petugas LP sudah melakukan razia mereka punya banyak cara memasukkan hp," ungkap Kasubdit Cyber Crime Ajun Komisaris Besar Hermawan, Selasa (4/10/2011), di Polda Metro Jaya.

Menurut Hermawan, para napi sengaja melepas pelapis ponsel sehingga hanya ada papan ketik dan layar saja. Hal ini berguna untuk memudahkan pelaku memasukkan ponsel ke dalam telur, roti, bahkan lipatan baju. "Dengan menguliti hp sehingga hanya layar dan tutsnya saja jadi bisa diselipkan ke lipatan baju, bisa diselipkan di antara tumpukkan makanan seperti roti dan telur. Setelah berhasil menyusupkan ponsel, melakukan lakukan penipuan-penipuan itu," tutur Hermawan.

Para pelaku ini diakui Hermawan juga saling bekerja sama saat jam istirahat dilakukan. Mereka biasanya memiliki peran yang berbeda-beda mulai dari ada yang berperan menirukan suara anak, ibu, polisi, sampai dengan mengirimkan pesan singkat berisi nomor rekening pelaku.

"Mereka saling berkomunikasi antara jam 07.00-08.00 saat sedang keluar sel melakukan aktivitas. Ada yang berusaha memasukkan hp dari luar ke dalam, ada yang menyiapkan rencana," ucap Hermawan.

Untuk menyasar korban, pelaku menggunakan berbagai cara mulai dari pesan singkat berhadiah yang menyedot pulsa, pesan singkat meminta transfer uang atau pulsa, hingga sambungan telepon yang mengaku-aku sebagai anggota keluarga yang sedang kesulitan dan membutuhkan uang.

"Mereka mengirimnya iseng saja ke nomor-nomor yang cantik biasanya karena biasanya nomor cantik itu milik menengah ke atas. Mereka asal memasukkan nomor cantik itu," papar Hermawan.

Pelaku mengirimkan pesan singkat atau menelpon menggunakan nomor CDMA atau pun GSM yang langsung dibuang usai melancarkan aksinya. "Jadi mereka yakin aksinya ini nggak bakal ketahuan. Memang sulit kalau tidak ada yang melapor atau pun kerja sama dari pihak LP. Kami bersyukur bisa bekerja sama dengan pihak LP sehingga bisa menemukan ini," tandasnya.

Dari 1800 napi di LP itu yang terlibat dalam jaringan penipuan melalui ponsel, Polda Metro Jaya baru berhasil menetapkan 6 orang tersangka. "Ini karena laporan di kami 6 orang itu. Yang lainnya sudah dilaporkan di tempat lain, ada juga yang merupakan incaran polisi di luar negeri," tandasnya.

Masyarakat, lanjut Hermawan, diminta untuk melaporkan adanya kasus penipuan melalui ponsel yang mulai marak belakangan ini. Pasalnya, polisi baru bisa menangkap pelaku dengan jerat pasal penipuan apabila ada warga yang merasa dirugikan dan melaporkan hal itu ke polisi. "Kami bisa saja menelusuri sendiri, tapi begitu menangkap dasarnya apa. Jadi kami menghimbau masyarakat yang merasa dirugikan untuk segera melapor ke Polda Metro Jaya," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com