JAKARTA, KOMPAS.com — Ekonom asal Universitas Gajah Mada, A Tony Prasetiantono, mengatakan, inflasi yang rendah memungkinkan BI Rate atau suku bunga acuan untuk diturunkan. Namun, seiring dengan kondisi global yang buruk, ia menyarankan suku bunga acuan itu jangan diturunkan.
"Inflasi kita kan rendah, sebetulnya ini ruang gerak untuk menurunkan BI Rate. Tetapi, masalahnya situasi sekarang kan ekonomi lagi bergejolak sehingga saya khawatir jika BI Rate diturunkan itu bisa menyebabkan capital outflow (aliran dana keluar)," ujar Tony kepada Kompas.com, usai menghadiri rapat kerja pimpinan Kompas Gramedia, di Hotel Santika, Jakarta, Senin (10/10/2011).
Menurut Tony, bukan hanya inflasi yang harus diperhatikan terkait BI Rate ini. Cadangan devisa termasuk salah satu indikatornya. Misalnya, cadangan devisa Indonesia yang turun 10 miliar dollar AS dalam waktu sebulan pada bulan September. Selain itu, rupiah pun pernah tertekan di posisi nilai tukar Rp 9.000 per dollar AS-nya. Kemudian, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) pun tertekan turun.
"Nah, itu semua yang menurut saya tidak tepat kalau kita menurunkan suku bunga. Lebih baik BI Rate dipertahankan di 6,75 persen," sebut dia. Jadi, penetapan BI Rate tidak bisa hanya melihat laju inflasi. Ada variabel lain yang harus turut diperhitungkan. Karena itu, dia pun yakin BI Rate tidak akan diturunkan hingga akhir tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.