Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Ingin Kontrol Bank meski Ada OJK

Kompas.com - 27/10/2011, 11:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menjelang lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) pasrah. Jika paripurna DPR RI hari ini (20/10/2011) mengesahkan UU yang dibahas sejak 2002 tersebut, berakhir sudah era BI sebagai pengawas bank. Tugas yang diemban sejak 1953 itu pindah ke institusi baru nan powerfull.

Sebelum palu diketuk, BI membuat catatan tentang OJK dan hubungannya dengan bank sentral dalam mengendalikan moneter. BI merasa perlu memberikan masukan karena tidak pernah diikutsertakan dalam pembahasan. "Catatan ini dalam konteks kami tidak tahu isi draft final RUU OJK. Kami juga masih meraba-raba," kata Difi A Johansyah, Kepala Biro Humas BI, Rabu (25/10/2011).

Ada tiga hal yang menjadi sorotan BI. Pertama, mekanisme pengawasan BI terhadap bank sistemik dan prosedur mendapatkan informasi. Kedua, koordinasi dalam menjaga makro perekonomian. Ketiga, nasib pengawas BI. "Hal-hal konseptual seyogiayanya dirumuskan dalam UU, sedangkan petunjuk teknisnya diatur terperinci dalam aturan turunan," kata Ronald Waas, calon deputi gubernur BI, ikut menimpali.

BI mengingatkan, semua hal teknis menyangkut OJK, seperti kewenangan, struktur organisasi, mekanisme koordinasi, hingga pengambilan keputusan, harus tuntas dalam masa transisi. Jadi, ketika organisasi baru ini beroperasi penuh tak ada miskomunikasi antarlembaga.

Butuh kecepatan

Soal pengawasan terhadap bank berdampak sistemik, BI berharap ada keleluasaan mengakses langsung. Jadi, tidak perlu melewati birokrasi di OJK. "Sudah confirm BI tetap mengawasi bank-bank besar. Tapi, bagaimana cara dan prosedurnya, ini perlu diperjelas," katanya.

Menurut Difi, akses langsung diperlukan karena ketika mengambil kebijakan di saat-saat genting, BI tidak bisa menunggu. Misalnya, BI melakukan stabilisasi kurs untuk merespon gejolak pasar. BI butuh informasi yang cepat tentang kondisi bank sebelum bertindak. "Kami perlu tahu bank mana yang spekulan, melepas SUN, menimbun valas, atau kekeringan likuiditas. Kalau kita tidak bisa masuk langsung ke bank, ya, susah memutuskan,” katanya.

Bank berdampak sistemik menjadi acuan karena merekalah penentu industri. Ada sekitar 14 bank yang masuk kategori ini. BI juga merasa berhak mengetahui kondisi mereka agar kebijakan moneter sejalan dengan perkembangan industri.

Difi mencontohkan kebijakan pengendalian likuiditas. Andai BI tak mengetahui kondisi likuiditas, kebijakan BI malah bisa menjadi bumerang. "Misalkan ingin mengetatkan likuiditas, ternyata banyak bank lagi kesulitan, berbahaya," katanya.

Soal nasib pengawas, BI meminta tidak ada pemaksaan bagi pegawai BI untuk pindah ke OJK. Kalaupun harus pindah, menurut Sukamto, Sekjen Ikatan Pegawai Bank Indonesia (IPEBI), OJK mesti memberikan kepastian karir dan remunerasi sebelumnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Lanjutkan Kenaikan Tembus Level 7300, Rupiah Tersendat

IHSG Lanjutkan Kenaikan Tembus Level 7300, Rupiah Tersendat

Whats New
Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Pengusaha Korea Jajaki Kerja Sama Kota Cerdas di Indonesia

Whats New
Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Whats New
Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Whats New
Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Whats New
Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Whats New
Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

Whats New
Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Whats New
Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Whats New
Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Whats New
Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Whats New
Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Whats New
9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com