Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/11/2011, 09:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) tampaknya tak peduli dengan kritikan bankir soal pengaturan bunga kredit lewat rencana bisnis bank (RBB). Otoritas perbankan itu bakal tetap menjalankan rencananya mulai Desember mendatang.

"Ini bukan bentuk intervensi. Kami sudah menerapkan policy rate dan berbagai kebijakan lain, tapi hasilnya tidak signifikan. Kami harus berbuat lebih dari sekadar itu," kata Perry Warjiyo, Direktur Riset dan Kebijakan Moneter BI, Rabu (16/11/2011).

Menurut Perry, jika mekanisme pasar berlangsung sempurna, suku bunga kredit harusnya mengikuti pergerakan suku bunga acuan dan inflasi. Tapi, faktanya, hanya bunga simpanan yang terjun bebas, sementara bunga kredit hanya turun sedikit.

Dulu banyak orang meyakini semakin banyak bank, pasar bakal kompetitif. Sekarang, jumlah bank melimpah, spread atau selisih antara BI rate dengan bunga kredit selalu di atas 6 persen. "Keadaan terus berubah tapi spread tetap tinggi, ini ada apa?" kata dia. Bahkan, beberapa komponen pembentuk bunga, ada tendensi meningkat.

Dalam memproses RBB yang diserahkan bank itu, BI akan melakukan benchmarking atau perbandingan biaya. Jika komponen biayanya terlalu tinggi, BI akan meminta bank bersangkutan untuk menurunkannya hingga batas wajar. "Nanti akan ada semacam patokan ideal biaya dana, biaya operasional, profit marjin dan premi risiko. Kita akan mengarahkan dan meminta bank menuju posisi yang ideal itu," katanya.

Perry belum bersedia menyebutkan patokan ideal masing-masing komponen tersebut. Ia hanya mengatakan, proses benchmarking bisa dilakukan dengan cara mengelompokkan bank berdasarkan aset, skala bisnis, ataupun segmen pasar.

Selain itu, BI juga bisa menetapkan batas angka ideal tiap komponen yang harus dikejar bank. "Misalnya, kami tetapkan biaya dana selama setahun ke depan harus turun ke angka sekian persen, bank harus mematuhi itu," katanya.

Nanti, dalam RBB, setiap bank akan membuat komitmen. Untuk memastikan kepatuhan itu, BI menetapkan batasan waktu ketat terhadap bank dan mengevaluasi perkembangannya setiap bulan. Jika gagal memenuhi komitmen, kemungkinan bakal ada sanksi. Sayang, Perry tak mau mengungkap lebih detail sanksi tersebut.

Menurut sumber KONTAN, BI akan menjatuhkan sanksi berupa fit and propert test ulang terhadap bankir yang tidak mau menurunkan komponen suku bunga kredit. "BI akan menganggap bankir gagal memenuhi komitmen yang dibuat dalam RBB," katanya.

Soal uji kelayakan dan kepatutan ulang karena sebab semacam ini diatur dalam PBI No. 12/23/2010, pasal 28 huruf H. Bentuk sanksi lainnya, BI bisa mempersulit ekspansi bank bersangkutan, baik dalam pendirian kantor cabang baru ataupun produk. Sanksi terakhir ini lebih merupakan political will BI sebagai regulator bank.

Ekonom Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Mirza Adityaswara menilai BI tak gampang memaksa bank menurunkan bunga kredit. Pasalnya, deposan kakap seperti dana pensiun dan asuransi berharap bunga simpanan tinggi. Jika tidak dituruti, mereka pindah bank lain.

Mirza menyarankan, BI mendorong penurunan NIM sektor UMKM dengan meningkatkan kompetisi di segmen ini. Caranya dengan merangsang bank masuk segmen mikro. Selama ini di sektor UMKM terjadi oligopoli karena renggangnya persaingan sehingga bank sesuka hati menentukan bunga kredit.

Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan untuk mendorong bunga kredit turun, BI bisa meminta bank menurunkan marjin dan premi resiko. Pasalnya, kedua komponen ini ditentukan sendiri oleh bank. Adapun biaya dana dan overhead selalu berdasarkan fakta dilapangan. "Kalau bank mau ekspansi tentu membutuhkan biaya dan biaya ini masuk dalam overhead," ujarnya. (Nurul Kolbi, Roy Franedya/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com