Jakarta, Kompas -
Menanggapi itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, di Jakarta, mengatakan, Kementerian Perdagangan berharap pemerintah daerah dapat benar-benar memperhatikan situasi kebutuhan pangan masyarakat di daerah masing-masing, terutama dari aspek ketersediaan dan dampaknya terhadap inflasi.
Data Bulog menunjukkan, alokasi beras untuk rakyat miskin (raskin) tiap bulan untuk wilayah Jawa Timur 46.197 ton. Hingga 11 Desember, yang belum disalurkan 31.221 ton. Alokasi raskin ke-13 untuk Jawa Timur 46.197 ton. Saat ini, stok beras di gudang-gudang Divisi Regional Bulog dan Subdivisi Regional Bulog se-Jawa Timur 124.030 ton beras impor dan 31.698 ton beras produksi dalam negeri. Dengan begitu, masih kekurangan beras dalam negeri 26.000 ton.
Ketegangan pemerintah pusat dan Pemprov Jawa Timur sudah berlangsung sekitar sebulan ini. Pemprov meyakini panen padi masih berlangsung. Produksi berasnya masih mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Bahkan pemprov menolak Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dijadikan pelabuhan transit beras impor ke wilayah Indonesia bagian timur meski akhirnya melunak.
Untuk memastikan produksi beras di Jawa Timur benar adanya, pemprov dan Perum Bulog menandatangani kesepakatan pembelian beras. Penandatangan dilakukan di hadapan Gubernur Jawa Timur.
Bulog sanggup membeli beras 100.000 ton, tetapi hanya disanggupi 60.000 ton. Harga pembelian yang disepakati sangat tinggi, yakni Rp 6.800 per kilogram atau Rp 1.740 di atas HPP. Meski begitu, realisasi pengadaan hanya 10.000 ton.
Terkait tingginya harga beras, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, ada pemda yang begitu Bulog menawarkan operasi pasar langsung menyetujui, tetapi ada juga yang tidak langsung menyetujui.
Pengusaha penggilingan padi dan pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Nellys Soekidi, mengatakan, pengadaan beras saat musim paceklik justru akan mendorong harga beras terus naik.