Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/12/2011, 08:46 WIB

KOMPAS.com — Untuk mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak, pemerintah akan mengonversi BBM subsidi bahan bakar gas di Palembang, Jawa, dan Bali. Untuk tahap awal, sudah dilakukan di Palembang untuk angkutan umum. Konversi tersebut dijadwalkan diberlakukan pada tahun 2012.

Dalam situasi keuangan negara yang serba terbatas, rencana tersebut sangat tepat dibandingkan dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Pilihan menaikkan harga BBM sebaiknya dilupakan saja karena implikasi ekonomi, sosial, dan politiknya sangat besar. Itu niscaya akan lebih menyengsarakan rakyat kecil. Belum lagi nanti isu kenaikan harga BBM ini akan ”digoreng” oleh para politikus karbitan untuk kepentingan suksesi dan pemilu tahun 2014.

Jika harga BBM subsidi dinaikkan, dipastikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kabinetnya hanya sibuk untuk meredam kemarahan masyarakat. Kemarahan itu sudah bisa dibayangkan karena dampak kenaikan harga BBM sudah pasti akan memicu kenaikan harga barang dan jasa. Ini juga akan memicu kenaikan angka inflasi (cost push inflation) dan dipastikan akan menggerus daya beli masyarakat.

Sebagian ekonom yang berpikiran linier akan lebih memilih jalan pintas dengan mengusulkan dan merekomendasikan kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Apalagi subsidi BBM tahun ini membengkak cukup besar, yakni dari Rp 123 triliun menjadi Rp 168 triliun.

Namun, pilihan menaikkan harga BBM risikonya lebih besar meskipun dikaitkan dengan antisipasi menghadapi dampak resesi global yang saat ini mendera Amerika Serikat dan Eropa. Krisis ekonomi global saat ini sebenarnya tidak terlampau berpengaruh pada perekonomian Indonesia karena ekonomi nasional masih bisa tumbuh di atas 6 persen.

Memang, kinerja ekspor ke negara AS dan Eropa akan terpengaruh, di antaranya komoditas cokelat saat ini harganya sudah turun akibat permintaan dari negara yang dilanda krisis ekonomi global menurun. Akan tetapi, eksportir sebenarnya bisa mencari negara tujuan ekspor lainnya, terutama ke negara-negara Asia.

Selama ini pun pertumbuhan ekonomi nasional lebih banyak ditopang oleh konsumsi domestik dan hasil dari sumber daya alam. Sementara anggaran negara kontribusinya relatif kecil terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Itu terjadi karena rendahnya penyerapan APBN akibat inefisiensi birokrasi serta tidak jalannya pembangunan infrastruktur.

Terkait dengan konversi BBM subsidi ke bahan bakar gas (BBG), pemerintah sudah memiliki pengalaman saat melakukan konversi penggunaan minyak tanah ke tabung gas ukuran 3 kilogram, beberapa tahun lalu. Dalam kaitan itu, pemerintah harus bisa menyediakan infrastruktur untuk peralihan tersebut. Pemerintah harus dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mendapatkan BBG di stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) serta dalam penyediaan konverter di setiap kendaraan.

Nah, selanjutnya dana APBN yang semula dialokasikan untuk subsidi BBM bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan, bandara, rel kereta api, dan jalan tol. Jika infrastruktur bisa dibangun secara serentak di seluruh Indonesia, tidak mustahil perekonomian nasional bisa melejit dari prediksi sekitar 6 persen hingga mencapai dua digit. Semoga. (Tjahja Gunawan Diredja)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

    Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

    Whats New
    BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

    BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

    Whats New
    Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

    Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

    Whats New
    Intip 'Modern'-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

    Intip "Modern"-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

    Whats New
    IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

    IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

    Whats New
    Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

    Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

    BrandzView
    KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

    KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

    Whats New
    Namanya 'Diposting' Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

    Namanya "Diposting" Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

    Whats New
    Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

    Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

    Whats New
    Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

    Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

    Whats New
    Strategi Bisnis Bank Jatim di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi

    Strategi Bisnis Bank Jatim di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi

    Whats New
    Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dari Perusahaan Jasa Titipan

    Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dari Perusahaan Jasa Titipan

    Whats New
    Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

    Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

    Whats New
    BKKBN Sosialisasi Cegah 'Stunting' melalui Tradisi dan Kearifan Lokal 'Mitoni'

    BKKBN Sosialisasi Cegah "Stunting" melalui Tradisi dan Kearifan Lokal "Mitoni"

    Whats New
    Cara Membuat CV agar Dilirik HRD

    Cara Membuat CV agar Dilirik HRD

    Work Smart
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com