Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemitraan Tambak Eks Dipasena Masih Kisruh

Kompas.com - 04/01/2012, 02:45 WIB

Jakarta, Kompas - Penyelesaian kisruh kemitraan antara petambak plasma udang Bumi Dipasena dan perusahaan inti, PT Aruna Wijaya Sakti, terancam buntu. Saat ini, petambak plasma menduduki sebagian kawasan milik perusahaan inti di Rawajitu Timur, Lampung.

Pengambilalihan kawasan milik PT Aruna Wijaya Sakti (AWS), anak perusahaan PT Central Proteinaprima Tbk, berlangsung sejak 28 Desember 2011. Itu dilakukan petambak plasma dengan tujuan menyambungkan aliran listrik yang diputus perusahaan sejak Mei 2011.

Manajer Komunikasi PT Central Proteinaprima Tbk George Basoeki di Jakarta, Selasa (3/1), mengemukakan, perusahaan hingga kini belum menentukan solusi atas kasus kemitraan dengan petambak plasma PT AWS. ”Persoalan itu akan diselesaikan melalui proses hukum,” ujarnya.

Ia menambahkan, pihaknya masih melakukan pembicaraan dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) perihal rencana PT PLN memasang jaringan listrik ke kawasan tambak plasma udang dengan melintasi areal milik PT AWS.

Terhitung sejak Mei 2011, PT AWS menghentikan kegiatan operasional dan sambungan listrik ke areal tambak karena iklim usaha dinilai tidak kondusif. Pasca-penghentian operasional perusahaan, sejumlah alat pendukung instalasi listrik di tambak eks Dipasena mulai menghilang.

Koordinator Tim Percepatan Revitalisasi dan Pelaksanaan Minapolitan Tambak Dipasena Thowilun, di Rawajitu, mengemukakan, jaringan listrik yang sudah dibangun PT PLN untuk menghidupkan kembali operasional kawasan tambak udang plasma terganjal akibat jaringan tidak bisa melintas di areal milik PT AWS. Padahal, untuk bisa tersambung sampai ke kawasan tambak, jaringan harus melintasi areal PT AWS sepanjang sekitar 1,5 kilometer.

Saat ini, sebagian petambak melakukan upaya darurat menyambung jaringan listrik PT PLN ke kawasan tambak dengan memanfaatkan kabel kincir tambak dan kabel pompa melintasi PT AWS. Di kawasan tambak itu saat ini terdapat sekitar 7.000 keluarga petambak dengan luas tambak sekitar 3.500 hektar (ha).

Thowilun menambahkan, pihaknya berharap pemerintah segera bertindak tegas untuk mendukung penyambungan listrik guna menciptakan kawasan minapolitan udang dan mendorong petambak melakukan budidaya mandiri.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Ketut Sugama meminta agar petambak menempuh cara persuasif dalam menyelesaikan konflik kemitraan dan tidak menggunakan cara anarkis.

”Jangan sampai muncul hal-hal yang tidak diinginkan. Silakan bicara baik-baik dengan PT AWS,” ujarnya.

Tahun 2012, pihaknya sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 5 miliar untuk pemenuhan sarana produksi berupa benur (benih udang) dan pakan. (LKT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com