Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga BBM Mesti Naik?

Kompas.com - 29/01/2012, 08:30 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengamat ekonomi, bahkan pemerintah sendiri lebih setuju jika harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan demi mengurangi subsidi. Pasalnya, kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dengan cara mengalihkan ke bahan bakar gas dan pertamax sukar dilaksanakan untuk waktu dekat.

"Jadi memang dulu, bulan November, saya sudah pernah bilang kalau naikin harga sekarang ini adalah semakin cepat semakin baik," ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Widjajono Partowidagdo, di Jakarta, Jumat ( 27/1/2012 ).

Ia pun berpendapat, jika tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi itu tandanya tidak ada kebijaksanaan sama sekali. Karena, subsidi BBM sendiri sudah mencapai Rp 165 triliun. Ditambah lagi besarnya subsidi listrik yang juga dikarenakan pemakaian BBM bersubsidi mencapai Rp 90 triliun. Total subsidi karena BBM bersubsidi berarti mencapai Rp 255 triliun.

"Padahal penghasilan minyak kita Rp 272 triliun. Jadi Rp 272 triliun diambil Rp 255 triliun. Padahal Rp 255 triliun itu bisa untuk macam-macam, bisa untuk buat orang miskin nggak miskin, bisa bikin infrastruktur, bisa bikin daerah semakin maju, dan lain sebagainya," tambah Widjajono.

Pengamat ekonomi Chatib Basri pun menyuarakan nada serupa. Chatib mengatakan, jika pemerintah mau mengurangi konsumsi BBM bersubsidi maka pemerintah harus membuat kebijakan yang tidak rumit. "Karena itu kalau ingin bikin policy datanglah dengan policy yang gampang, administrasinya jangan ruwet,monitoringnya jangan ruwet," ucap Chatib.

Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, ia menilai ini adalah suatu kebijakan yang rumit. Pemerintah harus mengecek apakah di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) ada pasar gelap. Menurut dia, apakah di setiap SPBU harus ditempatkan satu orang polisi untuk mengawasi jual-beli BBM. "Jadi dari sini yang paling gampang sebetulnya naikin saja," tegas dia.

Paling, kata dia, tambahan inflasi paling besar hanya 3 persen. Kenaikan harga ini pun tidak ada buktinya bisa menjatuhkan pemerintahan. Contohnya, ketika pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menaikkan harga BBM tahun 2008 , dan ia bisa terpilih lagi pada tahun berikutnya. Nggak ada bukti atau evidence bahwa pemerintah ini jatuh gara-gara itu (kenaikan harga BBM)," pungkas Chatib.

Wakil Direktur ReforMiner Institute, Komaidi, pun mengatakan, sejumlah pemangku kepentingan tidak siap dengan kebijakan pembatasan dari sisi infrastruktur. Oleh sebab itu, lembaga penelitian ini menyatakan, pemerintah sebaiknya menaikkan harga premium dan solar dengan rentang kenaikan Rp 1.000-Rp 1.500 per liternya. Sembari melanjutkan program bahan bakar gas untuk transportasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

    Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

    Whats New
    OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

    OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

    Whats New
    Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

    Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

    Earn Smart
    Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

    Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

    Whats New
    Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

    Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

    Whats New
    OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

    OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

    Whats New
    Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

    Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

    Whats New
    Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

    Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

    Work Smart
    PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

    PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

    Whats New
    MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

    MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

    Whats New
    Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

    Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

    Spend Smart
    Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

    Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

    Whats New
    Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

    Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

    Whats New
    Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

    Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

    Work Smart
    Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

    Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com