Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan Premium Bisa Untungkan SPBU Asing

Kompas.com - 30/01/2012, 15:27 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VII DPR, Ismayatun, mengatakan, rencana pemerintah untuk mewajibkan semua kendaraan dinas pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD) se-Jawa-Bali untuk tidak menggunakan premium per 1 April mendatang bisa menguntungkan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) asing. Hal ini bisa terjadi dengan kondisi bahan bakar gas tidak bisa didapatkan di daerah sehingga kendaraan pemerintah daerah harus menggunakan pertamax.

"Pemerintah di setiap daerah, terutama di daerah Jawa-Bali harus menggunakan (bahan bakar) di luar BBM subsidi, atau premium. Nah kami menanyakan apabila itu digunakan pertamax di setiap berarti ada kepentingan asing yang akan bermain di setiap daerah," ujar Ismayatun, di DPR, Senin (30/1/2012).

Menurut dia, SPBU asing kini telah banyak berdiri di Jakarta dan sekitarnya. Jika SPBU ini bisa sampai merambah di luar Jabodetabek, atau berdiri di daerah Jawa-Bali, maka Pertamina akan dirugikan. "Oleh karena itu, saya tadi meminta (Kementerian ESDM) untuk tidak memberikan izin dulu kepada SPBU asing sebelum Pertamina ataupun SPBU asing itu mendirikan kilang di daerah Indonesia," tambah anggota dari Partai PDI Perjuangan ini.

Dia menegaskan, jangan sampai adanya kebijakan pemerintah mengenai pembatasan konsumsi BBM bersubsidi ini dimanfaatkan oleh SPBU asing. Apalagi, selama ini Pertamina yang merambah dan menjadi penyedia energi ke daerah-daerah. "Bukan saya tidak percaya Pertamina itu tidak mampu bersaing dengan SPBU-SPBU asing. Tapi paling tidak pemerintah memberikan suatu proteksi atau intensif atau suatu kebijakan untuk lebih memperhatikan bukan hanya Pertamina, tapi perusahaan-perusahaan yang berada di bawah Hiswana Migas lebih terproteksi dibandingkan SPBU asing," pungkas Ismayatun.

Pandangan Ismayatun ini juga sempat dikemukakan oleh Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (GMII). Gerakan ini menolak pembatasan BBM bersubsidi dengan alasan pembatasan berarti pemerintah memaksa masyarakat membeli BBMA produk asing yang keuntungannya notabene untuk asing. "Sungguh ironi, produk migas dalam negeri (premium) ingin dihapus dan digantikan oleh produk impor (pertamax) yang notabene harganya tentu sangat mahal, dan dipastikan ada yang diuntungkan atau mencari keuntungan dari penjualan pertamax karena pertamax merupakan produk impor," ujar Ketua Umum GII, Fadhly Alimin Hasyim, di Jakarta, Jumat (27/1/2012).

Untuk diketahui saja, selain merencanakan agar mobil pribadi tidak menggunakan BBM bersubsidi, pemerintah juga akan memberlakukannya untuk mobil dinas pemerintah per 1 April mendatang. Ini dilakukan demi mengurangi besarnya subsidi BBM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

    Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

    Whats New
    TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

    TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

    Whats New
    Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

    Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

    Whats New
    Menteri Trenggono Ungkap Ada 5 Perusaahan Vietnam yang Tertarik Investasi Benur

    Menteri Trenggono Ungkap Ada 5 Perusaahan Vietnam yang Tertarik Investasi Benur

    Whats New
    Stagwell Tambahkan Leverate Group ke Program Global Affiliate

    Stagwell Tambahkan Leverate Group ke Program Global Affiliate

    Whats New
    Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

    Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

    Whats New
    BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

    BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

    Whats New
    Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

    Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

    Whats New
    Intip 'Modern'-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

    Intip "Modern"-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

    Whats New
    IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

    IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

    Whats New
    Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

    Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

    BrandzView
    KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

    KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

    Whats New
    Namanya 'Diposting' Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

    Namanya "Diposting" Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

    Whats New
    Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

    Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

    Whats New
    Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

    Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com