Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ridho Mengubah Citra Negatif Lewat Bonek Institut

Kompas.com - 03/02/2012, 15:28 WIB

KOMPAS.com - Citra anarkis sudah melekat pada diri suporter fanatik Persebaya Surabaya berjulukan bondo nekad alias bonek. Mulai dari bentrok dengan suporter lawan, tidak membayar karcis kereta api, sampai menjarah dagangan yang ada di stasiun.

Sayang memang, kekompakan para bonek sering mereka tuangkan dalam perilaku yang melanggar hukum. Nah, guna menghilangkan imaji buruk yang menempel pada bonek, Ridho Saiful Ashadi yang juga bonek mania mendirikan Bonek Institut tahun 2010 di kampungnya, Desa Lakar Santri, Surabaya.

Awalnya, Ridho mengajak pemuda Lakar Santri yang kebanyakan menjadi suporter fanatik Persebaya untuk melakukan kegiatan sosial seperti penghijauan. Namun, idenya tak mendapat respons. Para bonek menyangsikan upaya pemberdayaan itu. "Ketua RT dan Kepala Desa Lakar Santri juga sempat tidak setuju dengan gagasan saya," ungkapnya.

Tapi, Ridho tak patah arang. Dia terus menularkan gagasan kepada pemuda di kampungnya. Ridho pun membuat unit usaha di Bonek Institut dan menantang para bonek untuk bergabung mengembangkan minat dan bakat. "Kalau yang bisa desain bikin kaus atau pin dan yang bisa main bola dirikan sekolah sepak bola," katanya mengenang.

Gagasan itu langsung mendapat respons positif dari warga setempat dan kepala desa. Alhasil, jumlah anggota Bonek Institut terus bertambah dan kini sudah 30 orang yang bergabung. Mayoritas anggota Bonek Institut adalah pemuda.

Ridho bilang, saat ini, Bonek Institut punya berbagai macam kegiatan, mulai dari pembuatan merchandise, pelatihan sepak bola bagi anak-anak, hingga penyedia jasa pendakian gunung.

Menurut Ridho, produk-produk yang dihasilkan, misalnya, kaus, pin, dan tas. Harga jualnya bervariasi. Contoh, pin dibanderol dengan harga Rp 5.000 hingga Rp 10.000 per buah, kaus atau tas mulai Rp 35.000 hingga Rp 100.000.

Selain itu, Bonek Institut juga mendaur ulang limbah korek gas menjadi miniatur kendaraan yang dibanderol seharga hingga Rp 90.000 per buah. "Semuanya bermerek Bonek Institut," kata bekas Direktur Eksekutif Walhi Surabaya itu.

Investasi untuk usaha tersebut, Ridho mengungkapkan, berasal dari uang kas Bonek Institut yang pemasukannya dari iuran anggota ataupun bantuan warga. "Omzet usaha kami sekarang bisa mencapai Rp 5 juta per bulan," ujarnya.

Tapi sejatinya, Bonek Institut tidak terlalu mengejar omzet. Sebab, usaha itu hanya sebuah alat untuk membuktikan bahwa bonek tidak seburuk yang orang kira. "Mudah-mudahan pandangan masyarakat berubah," harapnya.

Ke depan, Ridho berencana mendirikan Bonek School dan Bonek Campus di berbagai daerah. "Saya ingin menghasilkan bibit pemain bola nasional," ujar dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com