Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR: Tak Relevan APBN Diubah karena BBM

Kompas.com - 28/02/2012, 18:44 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI DPR RI, Arif Budimanta, menilai langkah pemerintah untuk mengubah APBN 2012 karena kenaikan harga minyak dunia tidak relevan. Karena, menurut dia, APBN 2012 seharusnya telah mempertimbangkan aspek mengenai krisis atau kondisi darurat ekonomi. "Kalaulah alasan perubahan UU APBN 2012 hanya karena kenaikan (harga) BBM (bahan bakar minyak) yang mengakibatkan kenaikan subsidi menurut saya tidak relevan. Subsidi dipergunakan buat rakyat dan berasal dari uang rakyat juga," ujar Arif, di DPR, Selasa (28/2/2012).

Arif mengatakan, aspek mengenai krisis atau kondisi darurat ekonomi telah masuk dalam APBN 2012. Kondisi darurat yang dimaksud adalah jika realisasi pertumbuhan ekonomi diperkirakan satu persen di bawah target, realisasi produksi minyak lima persen di bawah asumsi, dan asumsi makro lainnya meleset minimal 10 persen dari sasaran.

Jadi, kata Arif, rencana pemerintah mengubah UU 22/2011 Tentang APBN 2012 menandakan bahwa pemerintah tidak mempersiapkan rancangan nota keuangan untuk 2012 dengan baik. "Terbukti APBN baru berjalan dua bulan pemerintah sudah panik," tegas Arif.

"Jangan hanya karena pemerintah lelet bekerja, maka krisis ekonomi dan kenaikan harga minyak dijadikan alasan untuk mengoreksi asumsi pertumbuhan dan kinerja lainnya menjadi lebih rendah daripada target awal," katanya.

Sebagai solusi terhadap kenaikan harga minyak dunia yang berimbas melonjaknya subsidi BBM, Arif mengatakan itu bisa ditutupi dengan penghematan belanja barang. Kebijakan relokasi program yang tertera di belanja barang yang sebesar Rp 140 triliun. Jika dihemat 25 persen saja maka ada Rp 35 triliun yang sudah lebih dari cukup untuk membiayai subsidi BBM.

"Lebih baik pemerintah bekerja dengan konsisten sesuai dengan amanat UU APBN 2012, daripada melempar wacana ke masyarakat yang menimbulkan kepanikan sosial dan mendapatkan reaksi pasar yang tidak baik," demikian Arif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com