Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengendalian BBM Bersubsidi Hanya Akal-akalan Pemerintah?

Kompas.com - 24/04/2012, 15:23 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Indonesia Transportation Watch (ITW) Andy William Sinaga berpendapat bahwa rencana pemerintah untuk mengendalikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi merupakan akal-akalan pemerintah untuk menggiring masyarakat untuk menggunakan BBM nonsubsidi dan asing.

Menurut Andy, rencana pengendalian BBM bersubsidi akan menguntungkan operator penjual minyak asing yang semakin marak di Indonesia. "ITW berpendapat bahwa rencana pembatasan BBM bersubsidi ini menggunakan opsi kedua pada Pasal 7 ayat 6a UU APBN 2012 kemungkinan dipakai oleh pemerintah untuk menyiasati pembatasan pemakaian BBM bersubsidi," sebut Andy dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (24/4/2012).

Ia menyebutkan, kebijakan pemerintah untuk melarang kendaraan di atas 1.500 cc menggunakan BBM bersubsidi perlu ditinjau ulang. Pasalnya, pengaturan penyaluran BBM bersubsidi akan menimbulkan banyak permasalahan, seperti tata cara distribusi BBM bersubsidi dan nonsubsidi yang belum jelas.

Ia pun menilai mekanisme pengaturan melalui stiker yang akan digunakan oleh pemerintah disinyalir akan menimbulkan kebocoran. Selain itu, kata Andy, pihak yang melegitimasi dan menyalurkan stiker juga belum jelas. "Apakah Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau kepolisian," sebutnya.

ITW juga berpendapat bahwa apabila penggunaan BBM bersubsidi diperbolehkan bagi kapasitas mesin 1.500 cc ke bawah, akan menimbulkan booming atas produksi kendaraan bermotor, khususnya mobil yang berkapasitas tersebut.

Secara tidak langsung, efek domino pembatasan BBM bersubsidi akan menimbulkan kenaikan harga bahan pokok dikarenakan mayoritas kendaraan niaga atau komersial menggunakan kendaraan di atas 1.500 cc. "Oleh karena itu, ITW berpendapat bahwa perlu ditinjau ulang pembatasan pemakaian BBM bersubsidi dengan tolok ukur kendaraan bermotor di atas 1500 cc karena akan menimbulkan ekses negatif dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com