Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelola Dana Rp 7.500 Triliun, OJK Harus Independen

Kompas.com - 16/05/2012, 08:57 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat ekonomi, Tony Prasetiantono, berpesan agar OJK sebagai lembaga baru yang akan melakukan supervisi jasa keuangan mulai bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan nonbank, harus independen. Lembaga ini harus bebas dari campur tangan Pemerintah.

Hal itu lantaran OJK nantinya akan mengelola dana yang terbilang besar yakni sekitar Rp 7.500 triliun atau setara dengan produk domestik bruto (PDB) Indonesia. "Dana ini menyangkut dana yang besar sehingga memerlukan independensi yang tinggi. Jangan sampai menjadi perpanjangan tangan Pemerintah," sebut Tony ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (16/5/2012).

Independensi yang tinggi itu bisa terwujud bila Dewan Komisioner OJK diisi oleh orang-orang yang berkualitas baik. Terhadap hal ini, Tony berharap agar lembaga ini tidak lantas didominasi oleh para birokrat. Harus ada jumlah yang seimbang antara profesional dan birokrat. Bila lebih banyak anggota yang berasal dari birokrat maka itu akan menjadi titik lemah OJK.

"Kan sudah ada dua orang ex-officio dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Jadi yang 7 (anggota Dewan Komisioner OJK) ini maksimal 1 saja birokratnya, 6 orang profesional," tegas dia.

Lebih bagus lagi, kata Komisaris Independen PermataBank ini, bila DK OJK mempunyai anggota yang berlatar belakang ekonomi makro. Pasalnya, OJK ini memang ditujukan untuk menghadapi krisis. "Itu akan lebih powerful dan bagus," ungkap Tony.

Jadi, tegasnya, kualifikasi anggota DK OJK harus hebat. Ini bisa tercemin dari susunan DK OJK yang bagus. "Orang banyak concern ya wajar. Karena OJK didesain untuk menghadapi krisis yang sistemik yang bisa melibatkan dunia finansial," tutur Tony.

"Sebetulnya catatan itu, saya sependapat bahwa ada ketidakpuasan hasil 14 besar ini. Tapi apakah kita mengulang seleksi dari awal itu kurang produktif. Lebih baik kita optimalkan dari 14 orang ini," pungkasnya.

OJK adalah lembaga baru yang akan melakukan supervisi industri jasa keuangan. Ini merupakan industri yang strategis sehingga harus diawasi orang-orang berintegritas tinggi, memiliki keahlian dan kompetensi di bidang keuangan. OJK akan dipimpin oleh Dewan Komisioner yang beranggotakan 9 orang.

Sebanyak 14 orang nama calon anggota telah dipilih oleh Presiden dan diserahkan ke DPR. Nantinya DPR akan memilih 7 orang untuk ditetapkan sebagai anggota dewan tersebut.

Namun dalam perjalanan proses seleksi calon anggota, sejumlah pihak sudah menaruh rasa khawatir. Salah satunya adalah Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW mengkhawatirkan adanya sejumlah orang Bank Mandiri baik dalam panitia seleksi dan calon anggota DK OJK akan menimbulkan konflik kepentingan.

"Sejak awal prosesnya memang complicated karena mereka (panitia seleksi DK OJK) tidak pernah mendeklarasikan konflik kepentingan. Juga komposisi pansel yang didominasi oleh regulator yang tidak memberikan ruang yang luas bagi elit-elit masyarakat," sebut Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Danang Widoyoko, di Jakarta, Selasa (10/4/2012).

ICW pun tidak merasa aneh jika ada sejumlah orang yang pernah dan masih aktif memegang suatu jabatan di Bank Mandiri turut serta dalam panitia seleksi ataupun sebagai calon anggota DK OJK. "Artinya mengapa banyak orang Mandiri ya saya kira wajar saja karena pansel (panitia seleksinya)-nya juga sebagian juga orang Komisaris Mandiri," tambah Danang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com