Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hendro Gondokusumo, Memberi Nilai pada Kota

Kompas.com - 30/07/2012, 10:05 WIB

Abun Sanda

Beri yang terbaik untuk kota dan warga. Ide ini yang selalu bergelayut dalam benak Hendro Gondokusumo, pendiri dan Chief Executive Officer Intiland Tbk. Berangkat dari pikiran ini Hendro menggugah seluruh krunya menunjukkan segenap kemampuan untuk berkarya.

Sebuah karya, katanya, akan dikenang kalau dikerjakan sepenuh hati. Apabila karya itu menjadi monumental, akan memberi warna cerah bagi sebuah kota dan masyarakatnya.

Hendro kerap bercerita bahwa masyarakat dunia hingga saat ini masih bisa menyaksikan karya-karya memukau yang dikerjakan manusia sekian ribu tahun hingga sekian ratus tahun lalu karena passion dan visi yang hebat.

Lihatlah bangunan di kota Roma (Italia), Athena (Yunani), Paris (Perancis), London (Inggris), Amsterdam (Belanda), Beijing (China), Kairo (Mesir), dan sebagainya. Semuanya mencerminkan betapa tinggi dan dalam spektrum pengetahuan manusia masa lalu.

Berikut petikan wawancara dengan Hendro di Jakarta, baru-baru ini.

Proyek properti yang hendak digarap?

Kami menyajikan proyek yang tidak hanya menguntungkan kami, tetapi juga terutama bagaimana memberi nilai bagi kota itu dan masyarakatnya.

Hemat saya, kami tidak ingin sekadar membangun proyek baru karena kami ingin proyek yang kami kerjakan berbicara tentang situasi masa kini dan bisa menjadi tonggak zaman.

Konkretnya bagaimana?

Pada 1980, kami merampungkan sebuah gedung perkantoran 22 lantai di Jalan Jenderal Sudirman. Gedung dengan arsitek kenamaan Paul Rudolf itu banyak meraih kekaguman karena bentuknya yang unik, efisien, dan prolingkungan. Keunikan gedung itu pada akhirnya membuat ia mempunyai keunikan tersendiri dan memberi warna pada Kota Jakarta.

Cobalah perhatikan gedung itu (Wisma Dharmala). Di seluruh lantai, selalu ada ”atap beton” selebar 2 sampai 6 meter yang melindungi jendela dari panas matahari. Perlindungan ini membuat kaca riben jendela tidak perlu yang tebal sehingga terang matahari bisa masuk ke semua ruangan gedung. Otomatis, gedung ini tidak memerlukan banyak lampu. Perlindungan itu juga membuat penggunaan penyejuk ruangan tidak perlu terlampau banyak.

Berkurangnya serbuan panas surya menyebabkan semua ruangan tidak terlampau panas. Saya tidak tahu sudah berapa banyak kaum terpelajar yang menjadikan gedung ini sebagai kajian tesis untuk meraih insinyur sipil dan arsitek. Saya juga sudah tidak bisa menghitung berapa banyak pembela lingkungan hidup yang menjadikan gedung ini sebagai telaah gedung cinta lingkungan. Yang menyenangkan, gedung ini didesain dengan cara sederhana, yakni mengumpulkan beberapa lembar kertas, lalu kertas itu diputar. Lahirlah desain yang sedap dipandang mata. Pengerjaan gedung ini pun dapat dilakukan dengan hemat anggaran.

Jangan lupa, gedung itu dikerjakan pada akhir era 1970 ketika dunia belum ribut tentang fenomena pemanasan global. Ketika dunia belum kepanasan seperti sekarang dan tatkala es di kutub belum mencair perlahan-lahan.

Masih ada proyek dengan elan seperti ini?

Gedung Intiland di jantung Surabaya dan beberapa sentra hunian di Surabaya Barat bisa menjadi contoh menarik tentang spirit itu. Kami juga membangun gedung peduli lingkungan di beberapa kota, di antaranya di Jakarta. Di Jakarta Utara kami reklamasi laut untuk mendapatkan lahan baru, kemudian muncul formula baru: Pantai Mutiara.

Kini, di lokasi dekat Pantai Mutiara kami bangun sentra hunian baru yang sangat menakjubkan karena membawa spirit bahari.

Anda memilih arsitek pilihan lagi?

Ya. Kami mengajak arsitek kelas wahid Tom Wright (di antaranya membangun Burj Al Arab di Dubai) dan ia mau. Ketika berkunjung ke Jakarta, ia membawa tiga gambar, perahu layar, kompas, dan mercusuar. Saya terus terang terkejut karena dalam bayangan saya ia akan membawa gambar yang dapat kami lihat dan pelajari.

Kemudian ia menerangkan bahwa apartemen yang dibangun bertolak dari semangat bahari dan itu dicirikan dengan perahu layar. Itu sebabnya bangunan fisik dan atap apartemen kami mengikuti elan ini. Lalu, lahirlah apa yang disebut Regatta, yakni lomba perahu layar yang masyhur. Adapun kompas sebagai penunjuk arah dan mercusuar, yang mempunyai banyak fungsi, di antaranya penerangan, memberi arah yang tidak menyesatkan. Intinya, serba semangat bahari. Kami setuju dengan visi yang ia bawakan. Ia kemudian membuat sketsa Regatta yang memukau.

Soal lain, Anda setuju dengan gagasan rumah untuk rakyat?

Sangat setuju. Namun, saya ingin menggarisbawahi bahwa rumah sederhana atau rumah untuk masyarakat berkemampuan ekonomi menengah ke bawah harus tetap prima. Tidak boleh karena ia ”berstatus rumah sederhana”, lalu bahan rumah atau apartemennya boleh suka-suka. Genteng bocor, kayu lapuk, dan fondasi dikurangi bahannya adalah pelanggaran berat dan serius. Semua bahan pokok tidak bisa dikurangi, yang boleh dikurangi hanya bahan-bahan beraroma aksesori.

Bagaimana membagi waktu?

Ini soal yang amat penting. Pada hari Sabtu dan Minggu, waktu saya sepenuhnya untuk keluarga. Dari salah seorang anak saya, Utama Gondokusumo, saya peroleh tiga cucu. Whuaah, senangnya luar biasa bisa. Bermain dengan tiga anak kecil itu seperti membawa kita ke pusat kebahagiaan. Bercakap-cakap dan bercengkerama dengan keluarga memang selalu menyenangkan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com