JAKARTA, KOMPAS.com - Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Gunaryo berpandangan bahwa penyelidikan perlu dilakukan untuk melihat apakah importir kedelai membentuk kartel. Jadi, kata dia, tidak boleh gegabah menilai importir melakukan demikian.
"Masalah kedelai kalau saya sarankan tidak buru-buru menilai importir membentuk kartel," sebut Gunaryo kepada wartawan, di Kantor Kementerian Perdagangan, Kamis (2/8/2012).
Ia mengatakan, perlu penyelidikan lebih lanjut untuk melihat apakah betul importir kedelai membentuk kartel. Yang jelas, kata Gunaryo, dari sisi perdagangan, impor bebas dilakukan oleh siapapun sepanjang pelaku usaha mempunyai nomor pengenal importir khusus (NPIK).
Tapi, untuk melakukan impor kedelai dibutuhkan modal yang besar. Karena kedelai harus didatangkan dari jauh dan pembelian harus dalam jumlah yang besar. Paling sedikit pembelian sebanyak 30 ribu ton. "Tidak bisa melakukan impor dalam jumlah sedikit," tambah dia.
Alhasil, karena sejumlah kondisi tersebut, impor kedelai pun dilakukan oleh sedikit importir. "Makanya yang melaksanakan importasi tidak lebih dari 5 atau 6. Walaupun yang punya hak importasi itu ratusan," tandasnya.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebutkan struktur pasar importasi kedelai bersifat oligopolistik pada tahun 2008. Struktur pasar seperti ini menjadi salah satu penanda adanya praktik kartel. "Komposisi impor pada tahun 2008 itu adalah 74,66 persen, PT Gerbang Cahaya Utama itu memiliki 47 persen, sementara PT Cargill Indonesia 28 persen. Itu adalah pembulatan, kalau ditotal 75 persen," sebut Kepala Biro Humas dan Hukum KPPU Ahmad Junaidi, di Kantor KPPU, Senin (30/7/2012).
Selain kedua perusahaan tersebut, Ahmad juga menyebutkan PT Cita Bhakti Mulia menguasai 4 persen pasokan kedelai impor, dan PT Alam Agri Adiperkasa dengan 10 persen. Pada tahun 2007-2008, harga CIF kedelai kuning dari Amerika menyentuh 600 dollar AS, dan harga jual di gudang importir sebesar Rp 6.250 per ton.
Saat itu, KPPU menduga terjadi pengaturan pasokan oleh kedua perusahaan yakni Gerbang Cahaya Utama dan Cargill Indonesia. Namun setelah dilakukan penyelidikan lanjut, indikasi dugaan kartel tidak kuat.
Salah satunya karena pola pergerakan harga penjualan diantara kedua perusahaan tidak memiliki pola keteraturan dan fluktuatif. Namun, Ahmad menuturkan, KPPU belum mempunyai data terbaru mengenai struktur pasar importir kedelai sekarang ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.