Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Anti-tembakau Tolak Konferensi WTA di Jakarta

Kompas.com - 09/08/2012, 16:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Di saat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau UU No 36 tahun 2009 masih diperdebatkan, Indonesia dipilih sebagai tuan rumah penyelenggaran Konferensi World Tobacco Asia (WTA) yang akan berlangsung pada 19 - 21 September 2012 di Jakarta. Indonesia terpilih sebagai tuan rumah karena memiliki jumlah perokok terbesar di dunia setelah China, Amerika Serikat, Rusia, dan Jepang pada tahun 2007.

Pada tahun yang sama, persentase perokok usia 15 tahun ke atas sebesar 34 persen. Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan persentase jumlah perokok usia muda 10 - 14 tahun. Selain menjadi surga bagi para perokok, pemerintah Indonesia dinilai sangat mendukung perkembangan industri rokok. Indonesia tercatat sebagai satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi konvensi pengendalian tembakau internasional atau Framework Convention of Tobacco Control (FCTC).

Dalam situs web konferensi World Tobacco Asia (WTA), Indonesia disebut sebagai pasar rokok yang berkembang dengan cepat di dunia. Sekitar 30 persen dari 248 juta penduduk dewasa adalah perokok. Jumlah tersebut membuat Indonesia menempati peringkat kelima sebagai pasar rokok terbesar di dunia. Tidak seperti negara-negara di ASEAN, Indonesia dikenal sangat bersahabat sebagai pasar rokok, karena tidak memiliki aturan larangan merokok maupun peraturan terkait lainnya.

"Pernyataan penyelenggara WTA ini melecehkan kedaulatan pemerintah Indonesia dalam mengusahakan kesehatan dan kesejahteraan masyarakatnya. Oleh karena itu, kami meminta kepada pemerintah untuk menolak penyelenggaraan ajang konferensi ini di Jakarta," kata Ketua Koalisi Masyarakat Anti World Tobacco Asia Conference (MATA), saat ditemui di Jakarta, Kamis (9/8/2012).

Tubagus mengatakan, Konferensi WTA 2012 telah ditolak di berbagai negara termasuk negara asal industri rokok besar dunia. Namun, justru diterima di Indonesia. Padahal, penyelenggaraan konferensi WTA 2012 ini hendak menegaskan bahwa industri rokok internasional menargetkan masyarakat Indonesia sebagai obyek bisnis dan kepentingan profit.

Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menambahkan kesediaan Indonesia sebagai penyelenggara konferensi WTA kali kedua, berimplikasi pada nama baik negara semakin terpuruk di kancah Internasional. Indonesia akan dianggap tidak beradab karena ikut mendukung kematian jutaan manusia akibat paparan asap racun rokok.

"Kita telah ketahui bersama, konsumsi tembakau bukan cuma masalah kesehatan saja. Tetapi, berdampak pada faktor ekonomi dan sosial masyarakat. Survei menunjukkan masyarakat miskin perkotaan mengkonsumsi tembakau nomor 1 ketimbang konsumsi makanan, untuk kesehatan maupun pendidikan," ujarnya.

Proses pemiskinan serius ini hanya terjadi di Indonesia. Akan sulit bagi pemerintah mengentaskan sektor ekonomi masyarakat miskin perkotaan jika tidak memulainya dari regulasi soal rokok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com