Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Defisit Pangan Jangka Panjang Perlu Disikapi Serius

Kompas.com - 10/08/2012, 03:06 WIB

Jakarta, Kompas - Fluktuasi harga pangan menjelang Lebaran sudah menjadi pola tahunan yang tidak perlu dikhawatirkan. Yang jauh lebih penting adalah defisit pangan dalam jangka panjang. Ancaman iklim dan perilaku konsumsi yang tidak berubah akan memengaruhi ketahanan pangan sehingga perlu disikapi serius.

Hal itu mencuat dalam Diskusi Panel Kompas mengenai ”Transportasi” dan ”Pangan Lebaran”. Diskusi ini digelar dua hari berturut-turut, yakni Rabu dan Kamis (8-9 Agustus).

Dalam diskusi ”Pangan Lebaran”, kemarin, pembahasan dititikberatkan pada masalah ketahanan pangan dan opsi solusi. Diskusi ini diikuti Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Achmad Suryana, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, serta Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia Johny Liano.

Menurut Achmad Suryana, berdasarkan neraca pangan selama periode puasa dan Lebaran, semua komoditas strategis dalam kondisi surplus. ”Hanya kacang tanah yang defisit. Surplus itu berasal dari pasokan dalam negeri ditambah impor. Kenaikan harga lebih karena lonjakan permintaan, hambatan distribusi, ekspektasi pedagang, dan harga internasional,” katanya.

Kondisi ke depan

Bayu Krisnamurthi menambahkan, persoalan pasokan pangan selama puasa dan Lebaran seharusnya selesai 3-4 bulan sebelumnya. ”Pola musiman seperti itu memang membutuhkan antisipasi berbeda dengan pola normal. Yang justru jadi persoalan kini adalah kondisi defisit pangan ke depan. Kita masih menganggap situasinya aman dan damai. Padahal, perkembangannya serius akibat ancaman perubahan iklim,” katanya.

Ia mengatakan, harga pangan terus naik karena pasokan global terpengaruh. Penyebabnya adalah gangguan iklim seperti kekeringan di Amerika Serikat. ”Karena itu, kita harus mulai mengubah pola konsumsi agar tak bergantung pada salah satu jenis komoditas pangan saja,” ujarnya.

”Dua hari lalu Presiden Barack Obama menerbitkan kebijakan baru untuk pengamanan pangan nasional Amerika Serikat. Jika Amerika Serikat memutuskan berhenti memasok ke pasar internasional, Indonesia harus bersiap dengan dampak negatifnya. Sebab, Amerika Serikat adalah salah satu pengekspor bahan pangan utama dunia,” ujar Bayu.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir menegaskan, untuk menekan defisit, pemerintah harus serius meningkatkan produksi. Jangan sampai defisit diselesaikan dengan cara instan lewat impor.

”Kita sudah banyak bergantung pada pangan impor. Kami minta semua barang yang diimpor ketentuannya diatur. Pengaturan diperlukan agar impor tidak berbarengan dengan masa panen,” kata Winarno.

”Sekarang, ketika petani panen, malah banyak produk impor yang masuk, langsung ke gudang- gudang di sentra produknya. Mengapa ini terjadi? Seharusnya Kementerian Perdagangan paham ada yang salah ini,” ujarnya.

Menurut dia, selain berpihak pada anggaran, peningkatan produksi pangan juga dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, dari 39 juta petani, 38,5 persen tidak tamat SD dan 9,6 persen belum pernah sekolah. Tenaga sarjana yang menjadi petani baru 0,5 persen.

Menurut Winarno, dukungan anggaran pun masih relatif terbatas terhadap pengembangan sektor pertanian. Modal yang harus dialirkan petani beras di seluruh Indonesia mencapai Rp 350 triliun. Namun, anggaran sektor pertanian dari APBN tidak lebih dari 8 persen.

Terkait anggaran, Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah sudah banyak mengalokasikan anggaran untuk pangan. Subsidi pertanian tahun ini mencapai Rp 35 triliun.

”Angka itu jauh lebih kecil dibandingkan subsidi energi yang mencapai Rp 202,4 triliun. Jadi, kalau mau ditambah, subsidi energi yang harus dikurangi,” ujarnya.(AP/REUTERS/DHF/ADH/HAR/OIN/ENY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com