Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Sedikit Pelemahan Rupiah

Kompas.com - 01/09/2012, 05:14 WIB

Jakarta, Kompas - Bank Indonesia memastikan tetap akan berada di pasar untuk mengintervensi dan menjaga nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Langkah itu dilakukan dengan memperhatikan fundamen perekonomian Indonesia.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution seusai peluncuran buku Koordinasi dan Interaksi Kebijakan Fiskal-Moneter: Tantangan ke Depan, di Jakarta, Jumat (31/8), menyampaikan, BI tidak akan membiarkan rupiah bergerak begitu saja. BI juga menepis bahwa pelemahan nilai tukar rupiah ini sengaja dilakukan untuk menahan impor agar lonjakannya tidak terlalu tinggi.

Menurut Darmin, berdasarkan fundamen perekonomian Indonesia, sedikit pelemahan nilai tukar rupiah memang diperlukan.

”BI dari dulu sederhana. Kita lihat, kalau melemah, jangan terlalu cepat melemah sehingga muncul persepsi aneh-aneh. Kalau menguat, kita tidak akan lawan asalkan jangan terlalu cepat,” kata Darmin.

Berdasarkan kurs tengah BI, nilai tukar rupiah pada Jumat kemarin sebesar Rp 9.560 per dollar AS, sedikit menguat dibandingkan dengan Kamis (30/8) sebesar Rp 9.573 per dollar AS. Namun, jika dibandingkan dengan posisi Senin (27/8) yang sebesar Rp 9.515 per dollar AS, nilai tukar kemarin sedikit melemah.

Darmin menegaskan, jangan hanya menganggap rupiah yang melemah, tetapi dollar AS yang menguat sehingga semua mata uang lain menjadi melemah terhadap dollar AS.

Dalam mengintervensi pasar, BI menggunakan cadangan devisa. Per 31 Juli 2012, cadangan devisa berjumlah 106,559 miliar dollar AS atau setara dengan 5,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Secara terpisah, ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan, malahan memperkirakan nilai tukar rupiah bisa menyentuh Rp 9.600-Rp 9.700 per dollar AS pada September. Namun, rupiah diperkirakan bisa menguat menjadi Rp 9.400 per dollar AS pada akhir tahun.

Salah satu penyebab melemahnya rupiah, menurut Anton, adalah persepsi negatif dalam investasi langsung di Indonesia. Jika persepsi membaik, nilai tukar rupiah akan menguat.

Ia mencontohkan, persepsi buruk ini antara lain akibat kebijakan fiskal dan moneter yang terbit sepotong-sepotong. Akibatnya bisa diinterpretasikan berbeda. Misalnya, aturan tentang ekspor komoditas setengah jadi, bukan lagi produk mentah.

”Jika dilihat secara sepotong, ada yang menginterpretasikan anti-investasi langsung asing. Padahal, masalah sesungguhnya di industri manufaktur,” ujar Anton.

Kemarin, Darmin juga memaparkan, Indonesia sebenarnya masih memiliki ruang fiskal. Dengan demikian, defisit anggaran APBN 2013 yang sebesar 1,62 persen produk domestik bruto (PDB) sebenarnya masih bisa ditambah 0,5-1 persen lagi. Ruang ini masih memungkinkan untuk mendorong pembangunan, seperti infrastruktur.

”Asalkan ada tujuan yang jelas, tidak akan dianggap defisit terlalu besar,” ujar Darmin.

Anton justru berpendapat, yang lebih penting adalah realokasi anggaran. Dengan demikian, anggaran dapat dioptimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

”Misalnya, anggaran untuk bahan bakar minyak bersubsidi. Kalau direalokasikan sebagian, misalnya untuk infrastruktur atau apa pun, akan lebih efisien dan pertumbuhan ekonomi lebih baik,” kata Anton.

Dengan infrastruktur yang lebih baik, transportasi akan lancar. Harga barang lebih rendah dan inflasi dapat ditekan. (idr)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com