Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Ekonomi Tak Jamin Kesejahteraan

Kompas.com - 05/09/2012, 07:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Mengukur pembangunan hanya dari produk domestik bruto dan pertumbuhan ekonomi menghilangkan kenyataan ada ketimpangan di masyarakat dalam menikmati hasil pembangunan. Hal ini disebabkan produk domestik bruto hanya melihat pendapatan secara rata-rata dan pertumbuhan ekonomi tidak melihat manfaat pembangunan pada manusia.

Demikian disampaikan Eric Maskin, penerima penghargaan Nobel Ekonomi tahun 2007, dan Kaushik Basu, Guru Besar Ekonomi Universitas Cornell, Amerika Serikat, kepada Kompas, Selasa (4/9/2012) petang, di Jakarta. Keduanya akan menyampaikan pandangan mereka tersebut dalam konferensi Asosiasi Pembangunan Manusia dan Kapabalitas (Human Development and Capability Association) di Jakarta hari ini.

Konferensi membahas berbagai ukuran untuk melihat dampak pembangunan terhadap masyarakat selain dari hanya menggunakan produk domestik bruto (PDB). Maskin dan Basu sependapat, hanya mengandalkan PDB tidak akan menyelesaikan persoalan ketimpangan yang melebar meskipun pertumbuhan ekonomi sangat tinggi.

Ada banyak cara mengukur apakah pertumbuhan ekonomi menyejahterakan masyarakat. Maskin mencontohkan, manfaat pertumbuhan ekonomi atau pembangunan juga dapat diukur melalui, antara lain, umur harapan hidup, angka kematian bayi, dan angka partisipasi sekolah.

Program Pembangunan PBB (UNDP) menggunakan Indeks Pembangunan Manusia yang mengukur derajat kesehatan, angka partisipasi sekolah, dan pertumbuhan ekonomi untuk mengukur manfaat pembangunan.

Menurut Basu, ada cara lain melihat manfaat pembangunan, antara lain melihat dari sisi kebebasan dan rasa berdaya. Kebebasan itu, antara lain, bebas dalam pilihan politik, bebas memasuki lapangan kerja karena memiliki keterampilan memadai, hingga bebas melakukan tukar-menukar di pasar karena memiliki kesempatan sama. Mengukur manfaat kebebasan dalam ekonomi juga menjadi topik konferensi.

Maskin dan Basu menyebutkan, globalisasi adalah salah satu penyebab ketimpangan kesejahteraan, terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Globalisasi dapat menaikkan pendapatan rata-rata, tetapi menimbulkan masalah distribusi pendapatan. Keduanya mencontohkan, globalisasi menguntungkan hanya tenaga kerja terlatih dan terdidik. Mereka yang tidak terlatih tertinggal dan bahkan pendapatan mereka dapat turun.

Karena itu, menjadi tugas pemerintah memberikan kesempatan kepada semua orang untuk mendapat manfaat yang sama dari globalisasi. ”Salah satunya dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kerja secara merata,” kata Maskin.

Basu menambahkan, mekanisme pasar tidak bisa dihindari karena setiap orang punya kebutuhan untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi di pasar. ”Namun, itu semakin menekankan tanggung jawab besar pemerintah untuk terus-menerus dan tekun berperan dalam memenuhi kebutuhan dasar warganya, yaitu pangan, kesehatan, dan pendidikan,” katanya. (NMP/HAM)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

    Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

    Spend Smart
    Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan 'Tax Holiday'

    Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan "Tax Holiday"

    Whats New
    Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

    Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

    Whats New
    Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

    Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

    Whats New
    Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

    Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

    Whats New
    Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

    Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

    Whats New
    Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

    Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

    Spend Smart
    Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

    Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

    Whats New
    Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

    Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

    Whats New
    Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

    Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

    Whats New
    Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

    Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

    Whats New
    Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

    Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

    Whats New
    Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

    Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

    Whats New
    Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

    Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

    Whats New
    Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

    Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com