Perjalanan 17 tahun Glenn Fredly (36) berkarya ditandai dengan konser Cinta Beta
Glenn membuka konser dengan meminta para pengunjung menyanyikan ”Indonesia Raya”. Ia juga
berkomentar soal kemiskinan di Indonesia timur. Salah satu pernyataan penting Glenn tentang masyarakat di Indonesia bagian timur disampaikan lewat lagu ”Di Timur Matahari” dan medley lagu-lagu Maluku, seperti ”Rame-rame” dan ”Beta Maluku”.
Ia bertanya, berapa banyak penonton yang pernah ke Singapura dan Australia tetapi tidak pernah ke wilayah Indonesia timur. Sekitar 7.000 penonton bahkan tercekat sesaat waktu Glenn tidak bisa meneruskan nyanyiannya saat menyanyikan lagu ”Suara Kemiskinan”.
Tabungan lagunya setelah 17 tahun membuat Glenn harus memilih untuk memuaskan penonton yang hampir 90 persen mengisi bangku-bangku. Deretan lagu soal cinta, patah hati, diduakan, menunggu, impian, sakit hati diselang-selingi Glenn dengan candaan-candaan. ”Buat yang jomblo... kalau ketemu mantan, cool aja,” katanya yang
Sambutan antusias dinyatakan penonton dengan nyanyi bersama lagu-lagu, seperti ”Sedih Tak Berujung”, ”Terserah”, ”Habis”, dan ”Pantai Cinta”. Tentunya juga ”Terpesona” dan ”Januari” yang mengundang jeritan penonton yang sebagian besar perempuan.
Berkali-kali ia mengampanyekan musik Indonesia. Ia bercerita tentang keberpihakan negara dalam mengurus budaya, khususnya musik lewat pendirian perusahaan rekaman musik Lokananta di Solo, Jawa Tengah. Pertama yang diadakan Presiden Soekarno, yaitu Lokananta. Ia membeber foto-foto tokoh musik yang pernah populer, seperti WR Supratman, Mus Mujiono, Waldjinah, Gesang, Bob Tutupoli, hingga Rhoma Irama.
Bertahan sampai 17 tahun sebagai penyanyi pria di Indonesia, bisa dibilang sebagai prestasi bagi Glenn Fredly untuk ukuran industri musik di Indonesia. Akan tetapi, itu masih cukup jauh dibandingkan seniornya, seperti Harvey Malaihollo (50) yang tetap eksis setelah 35 tahun berkiprah di pentas musik. Harvey akan merayakannya lewat Konser 35 Tahun pada 27 September mendatang.
Generasi lebih senior lagi adalah Bob Tutupoly yang sudah lebih setengah abad bernyanyi. Di usia 72, ia masih membuat album The Legend is Back tahun lalu. Suara Bob dikenal orang sejak lagu ”Sarinande” dan ”Mande-Mande” yang direkam di Lokananta tahun 1959 dengan iringan Didi Pattirane. Era akhir 1960-an ia populer dengan ”Mengapa Tiada Maaf” dan lainnya. Era 1976, Bob kondang lewat ”Widuri”. Bahkan, di era 1980-an Bob masih meramaikan radio dengan lagu ”Simfoni yang Indah”.