Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APBN 2013 Tidak Adil

Kompas.com - 17/10/2012, 10:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 tidak berkeadilan. Meski dari sisi postur berkelanjutan, alokasinya belum tepat. Dari volume pendapatan dan belanja senilai Rp 1.658 triliun, sebagian besar terkuras untuk urusan birokrasi dan subsidi tidak tepat sasaran.

Demikian pesan yang mencuat dari diskusi publik tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013, di Jakarta, Selasa (16/10/2012). Acara yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) tersebut mengusung tema ”RAPBN 2013: Berkelanjutan dan Berkeadilan?”.

”Kalau berkesinambungan mungkin sudah dekat, tapi kalau berkeadilan masih jauh,” kata Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam presentasinya.

Dikatakan jauh dari berkeadilan, menurut Bambang, karena anggaran masih banyak teralokasi untuk hal-hal yang kurang produktif, di antaranya subsidi energi yang banyak tidak tepat sasaran. Subsidi energi terbesar terdiri dari subsidi listrik dan bahan bakar minyak (BBM).

Gambarannya, dari 10 penikmat subsidi listrik terbesar, delapan di antaranya adalah mal di Jakarta. Subsidinya mencapai ratusan miliar rupiah. Banyak pabrik semen milik perusahaan asing juga menikmati subsidi listrik.

Subsidi BBM, Bambang mengatakan, jelas tidak berkeadilan. Alasannya, siapa pun bisa menikmati subsidi.

Realitas politik

Hal tersebut bukannya tidak dipahami Bambang sebagai ekonom. Namun, realitas politik dalam pemerintahan diakui menyebabkan pengambilan kebijakan menjadi sulit.

”Mungkin kalau saya dalam kondisi sebelum di Kementerian Keuangan, ini budget tidak ideal. Tapi kalau dalam pemerintahan, ini adalah politik. Realitas politik adalah budget. Jadi tidak optimal karena unsur politik dan sepertinya tidak menginginkan adanya kenaikan harga BBM,” kata Bambang.

Subsidi energi dalam RAPBN 2013 dialokasikan Rp 274,7 triliun. Sementara belanja modal hanya Rp 205 triliun. ”Ini saja sudah mencederai logika kita. Kok bisa subsidi yang tidak tepat sasaran, yang kurang produktif, lebih besar daripada yang produktif,” kata Bambang.

Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan, menyatakan hal senada. Ada persoalan dalam hal alokasi dan efektivitas anggaran yang menyebabkan RAPBN 2013 tak berkeadilan.

Belanja pegawai dan subsidi masing-masing menguasai 21,2 persen dan 27,8 persen dari total belanja pemerintah pusat. Ini lebih tinggi dibandingkan dengan belanja modal sebesar 17 persen.

Subsidi BBM dan listrik sendiri menguasai 87 persen total belanja subsidi pemerintah pusat. Total subsidi pangan, pupuk, dan benih hanya 10 persen. Sementara subsidi untuk layanan publik hanya 1 persen.

”Padahal, 80 persen bensin Premium dinikmati oleh 50 persen keluarga terkaya. Sementara keluarga miskin dan hampir miskin serta keluarga paling miskin hanya menikmati 16 persen dan 1 persen,” kata Deni. (LAS)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

    Allianz Syariah: Premi Mahal Bakal Buat Penetrasi Asuransi Stagnan

    Whats New
    Holding Ultra Mikro Pastikan Tak Menaikkan Bunga Kredit

    Holding Ultra Mikro Pastikan Tak Menaikkan Bunga Kredit

    Whats New
    Menteri Teten: Warung Madura di Semua Daerah Boleh Buka 24 Jam

    Menteri Teten: Warung Madura di Semua Daerah Boleh Buka 24 Jam

    Whats New
    Bangun Ekosistem Energi Baru di Indonesia, IBC Gandeng 7 BUMN

    Bangun Ekosistem Energi Baru di Indonesia, IBC Gandeng 7 BUMN

    Whats New
    Apple hingga Microsoft Investasi di RI, Pengamat: Jangan Sampai Kita Hanya Dijadikan Pasar

    Apple hingga Microsoft Investasi di RI, Pengamat: Jangan Sampai Kita Hanya Dijadikan Pasar

    Whats New
    Bank DKI Raup Laba Bersih Rp 187 Miliar pada Kuartal I 2024

    Bank DKI Raup Laba Bersih Rp 187 Miliar pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Mendag Zulhas Terbitkan Aturan Baru Soal Batasan Impor, Ini Rinciannya

    Mendag Zulhas Terbitkan Aturan Baru Soal Batasan Impor, Ini Rinciannya

    Whats New
    Microsoft Komitmen Berinvestasi di RI Senilai Rp 27,54 Triliun, Buat Apa Saja?

    Microsoft Komitmen Berinvestasi di RI Senilai Rp 27,54 Triliun, Buat Apa Saja?

    Whats New
    Allianz Syariah Tawarkan Asuransi Persiapan Warisan Keluarga Muda, Simak Manfaatnya

    Allianz Syariah Tawarkan Asuransi Persiapan Warisan Keluarga Muda, Simak Manfaatnya

    Whats New
    Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

    Kini Beli Sepatu Impor Tak Dibatasi, Ini Penjelasan Mendag

    Whats New
    TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

    TransNusa Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

    Whats New
    Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

    Suku Bunga BI Naik, ST012 Dinilai Lebih Menarik

    Earn Smart
    Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

    Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

    Whats New
    3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

    3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

    Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com