Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Alasan Pembubaran BP Migas Versi Raden Priyono

Kompas.com - 22/11/2012, 10:16 WIB
Didik Purwanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Raden Priyono bicara terang-terangan soal alasan pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti apa?

Dalam wawancara khusus dengan Kompas.com dan Tribunnews, Raden Priyono menjelaskan, ada fakta-fakta khusus di luar keputusan MK untuk membubarkan BP Migas.

"Setidaknya ada tiga alasan mendasar mengapa menjadi begini," kata Priyono di sebuah restoran di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2012).

Pertama, sebutnya, Pertamina tidak pernah ikhlas untuk melepas BP Migas. Pertamina tetap ingin menguasai BP Migas seperti era 1970-an lalu. "Ini semacam ada pertarungan dengan Pertamina karena Pertamina tidak pernah ikhlas melepas Pertamina," jelasnya.

Wewenang BP Migas memang pernah diserahkan ke Pertamina, khususnya pada 1970-an. Saat itu, Pertamina memang punya pengalaman pernah mengontrol produksi industri hulu migas hingga 1,6 juta barrel. Dengan wewenang BP Migas dikembalikan ke Pertamina, Pertamina akan dianggap sebagai wasit sekaligus pemain di sektor migas. "Dengan menjadi pemain sekaligus wasit, maka Pertamina bebas bermain dan mengawasi sendiri. Beda kalau ada BP Migas, Pertamina menjadi tidak nyaman," tambahnya.

Bahkan, Pertamina sempat hanya memproduksi sekitar 40.000-50.000 barrel bahan bakar minyak saja. Padahal, minyak tersebut harus didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia. Otomatis, karena Pertamina saat itu menjadi pemain sekaligus wasit, maka tidak ada yang berani menggugat wewenang perusahaan minyak pelat merah tersebut.

Kedua, untuk mengamankan posisi di 2014. Sekadar catatan, selama menjadi lembaga pemerintah non-BUMN, BP Migas dinilai berkuasa untuk mengatur dan mendistribusikan minyak dan gas bumi di Tanah Air. Kewenangannya langsung berada di bawah Presiden.

Dalam hal perputaran uang (cashflow), BP Migas dinilai lebih cepat dan besar nilai perputaran uangnya. Priyono mencatat bisa mencapai Rp 1 triliun per hari. "Kita kan rata-rata bisa menyetor ke negara di atas Rp 300 triliun per tahun. Jadi, per harinya bisa mencapai Rp 1 triliun," jelasnya.

Bahkan untuk menyetor ke kas Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN), Priyono mengaku lembaganya mampu menyetor 30 persen dari total APBN per tahun.

Ketiga, pertarungan antara yang ingin meningkatkan produksi dan pihak yang memang tidak ingin produksi minyak naik. "Importir minyak. Itu kan alamiah sekali," ucap Priyono.

Dikatakannya, kalau produksi minyak Indonesia naik, tentunya bisnis importir bakal berkurang. "Itu kan enak, bisnis minyak itu tidak usah investasi. Itu trading kok. Lain dengan KPS yang harus investasi dulu, lima tahun baru balik," tegas Priyono.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
BP Migas Dibubarkan

Baca juga:
BP Migas Berpihak ke Asing? Ini Kata Raden Priyono
Raden Priyono Didepak dari "BP Migas Baru"?
Alasan Pembubaran BP Migas
Mengapa BP Migas Dibubarkan?

Keppres Belum Dicabut, Raden Priyono Kepala BP Migas?

Tidak Sesuai Konstitusi, BP Migas Juga Memihak Asing

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Spend Smart
    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Work Smart
    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Whats New
    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Whats New
    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Whats New
    [POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    [POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    Whats New
    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Spend Smart
    Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

    Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

    Whats New
    Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

    Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

    Whats New
    Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

    Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

    Whats New
    Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

    Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

    Whats New
    Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

    Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

    Work Smart
    Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

    Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

    Spend Smart
    Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

    Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com