Jakarta, Kompas -
Menurut anggota Komisi VII DPR, Satya W Yudha, Kamis (22/11), di Jakarta, idealnya institusi pengganti fungsi SKSP Migas adalah institusi yang bisa melaksanakan usaha. ”Tidak mesti badan usaha milik negara, tetapi badan usaha yang ditetapkan undang-undang itu sendiri (UU Migas hasil revisi) sehingga bisa melaksanakan kontrak dengan entitas usaha tetap dalam bentuk
Mahkamah Konstitusi memutuskan membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas dan mengalihkan fungsinya ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pemerintah membentuk SKSP Migas, menggantikan fungsi BP Migas. Terkait putusan MK itu, Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan keberatan fungsi BP Migas dikembalikan ke Pertamina.
Menanggapi keberatan Pertamina jika fungsi BP Migas dikembalikan ke perusahaan migas milik negara itu, Satya menilai hal itu sangat masuk akal. ”Di samping kepentingan pengembangan usaha, tetapi juga tunduk terhadap UU BUMN yang ada. UU BUMN yang ada tidak memungkinkan Pertamina mengambil alih fungsi BP Migas karena dalam aturan itu disebutkan BUMN tak bisa sebagai regulator dan dituntut untuk untung,” ujarnya menegaskan.
Sementara itu Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Priagung Rakhmanto menyatakan, sebagai bagian dari penyelenggara negara, Pertamina tidak pada tempatnya menyatakan keberatan.
”Bahwa putusan MK itu mengamanatkan agar pengelolaan migas secara langsung adalah di tangan BUMN, tak serta-merta kemudian bahwa itu adalah PT Pertamina dan dengan sama persis menerapkan pola yang lampau,” ujarnya.