Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiki Syahnakri dan Timor Timur

Kompas.com - 27/11/2012, 05:03 WIB

Letnan Jenderal (Purn) TNI Kiki Syahnakri kembali menulis buku. Bukunya kali ini menceritakan pengalamannya selama menggeluti tugas yang berkaitan dengan Timor Timur, wilayah yang kini menjadi negara berdaulat bernama Timor Leste.

Buku Kiki yang berjudul Timor Timur The Untold Story tersebut menyampaikan berbagai hal yang selama ini tidak diungkap kepada publik. Ada kisah pertentangan Kiki dengan Prabowo Subianto yang waktu itu menjadi Wakil Komandan Kopassus ataupun percekcokan Kiki dengan duta besar negara asing terkait pengungsi Timor Timur.

Timor Timur bisa dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup dan karier Kiki. Lulusan Akabri tahun 1971 ini mengaku sebagai orang yang pertama kali mendapatkan peluru yang ditembakkan pejuang Fretilin pada tahun 1975. Waktu itu, Fretilin sedang memburu kelompok pejuang Timor Timur lainnya yang terdesak ke perbatasan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

”Sayalah orang yang pertama kali mendapatkan peluru Fretilin. Peristiwa itu terjadi pada 14 September 1975,” kenang Kiki, Senin (26/11), dalam diskusi bukunya tersebut di Jakarta.

Namun, ironisnya, Kiki menjadi orang Indonesia yang harus bertugas menyerahkan tanggung jawab komando dan pengendalian keamanan Timor Timur kepada pasukan multinasional PBB (Interfet) pada Oktober 1999. Waktu itu, Kiki yang berpangkat mayjen menyerahkan tanggung jawab keamanan kepada Panglima Interfet Mayjen Peter Cosgrove. Penyerahan ini merupakan konsekuensi dari hasil jajak pendapat yang dimenangi kelompok pro-kemerdekaan Timor Timur.

Buku Timor Timur The Untold Story tidak hanya menceritakan hal-hal yang selama ini tidak diungkap kepada publik. Namun, lebih dari itu, lewat buku tersebut Kiki berusaha menyampaikan evaluasi atau catatan mengapa Indonesia akhirnya tak mampu merebut hati rakyat Timor Timur.

Dari sisi militer, dalam diskusi Kiki mengakui telah terjadi kekeliruan. Gerilya yang dilakukan hampir selalu fokus pada ukuran keberhasilan kuantitatif, seperti berapa senjata musuh yang telah disita. Padahal, kunci keberhasilan gerilya adalah merebut hati rakyat.

Gerilya yang fokus pada upaya merebut hati rakyat dilakukan dengan baik oleh ABRI saat menumpas pemberontakan dulu, seperti pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS). Namun, gerilya semacam itu tidak terwujud di Timor Timur.

”Selain itu, memang ada perilaku oknum yang tidak baik,” ujarnya.

Dari sisi pelaksanaan pembangunan di Timor Timur, Kiki melihat Indonesia tidak berhasil merebut hati rakyat Timor Timur karena mengabaikan budaya dan adat istiadat mereka. Struktur pemerintahan adat yang hidup di Timor Timur sebelum tahun 1975 tidak dipelihara dengan baik.

Karena itu, menurut Kiki, apa yang dialami Indonesia di Timor Timur dulu harus betulbetul dijadikan pelajaran berharga. Pendekatan pembangunan yang mengabaikan kemanusiaan dan kekhasan lokal (adat istiadat, budaya) akan berdampak serius dan menjadi penyebab gangguan keamanan yang sulit diatasi.

Sampai kapan pun kisah Timor Timur tidak akan pernah bisa dihapus dari sejarah Indonesia. Lewat Timor Timur The Untold Story yang berisi pengalaman terdalamnya, Kiki mengajak masyarakat Indonesia melihat kembali kisah Timor Timur dengan lebih arif dan bijaksana. Tidak ada dendam karena sejarah pada hakikatnya adalah cermin untuk melangkah maju. (A Tomy Trinugroho)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com