Jakarta, Kompas
Menurut pengamat ekonomi pangan yang sekaligus profesor riset bidang ekonomi pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Husein Sawit, Jumat (11/1), di Jakarta, pasar kedelai sangat berbeda dengan beras. Pasar beras relatif sempurna karena volume beras yang diperdagangkan besar dan pemain beras di pasar juga banyak. Mulai skala kecil, menengah, sampai besar.
Ketergantungan Indonesia pada beras impor juga rendah, berkisar 1 juta ton sampai 1,5 juta ton. Atau kurang dari 0,5 persen dibandingkan produksi dalam negeri. Dengan proporsi beras impor yang kecil dan pemain beras yang banyak, penguasaan beras Bulog 10 persen efektif menstabilkan harga beras di pasar.
Berbeda dengan pasar kedelai yang tidak sempurna. Komoditas kedelai impor hanya dikuasai beberapa pengusaha saja. Ketergantungan Indonesia pada kedelai impor juga tinggi. Tahun 2011 impor kedelai di atas 2 juta ton, atau sekitar 60 persen kebutuhan kedelai nasional. Produksi kedelai dalam negeri 700.000 ton sampai 800.000 ton.
Dengan proporsi seperti itu, penguasaan kedelai oleh Bulog yang hanya 400.000 ton tidak akan memengaruhi pasar. Mengingat pemain komoditas kedelai sangat terbatas. Stok kedelai Bulog 100.000 ton hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar 15 hari.
Meski begitu, intervensi Bulog untuk pasar kedelai akan efektif kalau pemerintah memberikan kuota impor yang fleksibel kepada Bulog. Hal itu untuk menentukan waktu mengimpor dan berapa besar kebutuhannya.
”Kuota impor yang besar juga harus diberikan kepada Bulog,” kata Husein.