Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/01/2013, 07:35 WIB

KOMPAS.com - Dalam dialog terbuka dengan para pelaku ekonomi di Surabaya, pekan lalu, beberapa pebisnis bertanya kepada salah seorang direktur Grup Pakuwon, Sutandi Purnomosidi. ”Kami mempunyai uang tiga puluh miliar rupiah. Investasi apa terbaik kini?”

Sutandi mengatakan, banyak yang menarik. Emas, misalnya, tetap menarik, sebab aman. Pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan bunga deposito bank dan jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi. Beli saham blue chips juga menyenangkan. Kalau napasnya kuat, jantung bisa diajak berdegup kencang, bisa meraih untung yang lumayan.

Akan tetapi, yang lebih asyik sebetulnya, ujar Sutandi, adalah bisnis properti, karena lonjakan harganya sangat cepat. Awal tahun 2010 di Surabaya, harga rumah dengan luas tanah 200 meter persegi Rp 2,7 miliar. Angka itu sudah sangat tinggi.

Awal tahun ini, pembeli rumah tadi bisa melepasnya dengan Rp 7,2 miliar. Selama hampir tiga tahun, pembeli rumah tadi memperoleh keuntungan Rp 4,2 miliar. Laba yang lebih kurang sama besarnya jika pengusaha menanam investasi di ruko-ruko di lokasi emas, dan apartemen berkelas.

Bandingkanlah perolehan dari pembelian emas dan deposito. Bunga deposito kini tidak menggetarkan sebab hanya 4 atau 5 persen per tahun. Pertumbuhan harga emas masih lebih tinggi daripada deposito, tetapi tidak lebih tinggi daripada properti. Padahal, laba Rp 4,2 miliar itu untuk pembelian satu rumah. Bayangkanlah kalau membeli 20 rumah, keuntungan di atas kertas Rp 84 miliar dalam tiga tahun. Bukan main.

Ini semua terjadi, ujar Sutandi, karena properti sedang bagus-bagusnya. ”Bisnis batubara dan minyak bumi memang keren. Bisnis crude palm oil (minyak kelapa sawit mentah) mengilap. Namun, harga komoditas tersebut masih bisa naik turun. Pada harga rumah, ruko, tanah, tidak ada cerita bisa turun harganya. Hanya bisa naik,” ujar Sutandi.

Begawan properti, Ciputra (81), menyatakan, iklim bisnis properti memang sedang bagus. Sekian tahun lalu, ujar Ciputra, ia menjual tanah kapling di sebuah lokasi di Jakarta sebesar Rp 5 juta per meter persegi. Kini harganya sudah Rp 35 juta per meter persegi. Membeli kapling 300 meter dulu masih bisa dengan Rp 1,5 miliar. Kini mesti Rp 10,5 miliar.

Harga-harga ini melonjak seperti roket. Ini terjadi karena permintaan tinggi dan ketersediaan lahan yang terbatas. Lima belas tahun silam masih mudah mendapatkan areal 30 hektar di lokasi bagus di Jakarta. Kini sulitnya bukan main. Kalaupun ada, harganya ”gila-gilaan”. Sebutlah pengembang membeli Rp 30 juta per meter persegi. Dia harus jual berapa ke publik?

Bisnis properti kini memang lagi keren-kerennya. Warga yang menunda membeli rumah sebaiknya berpikir kembali. Jika dana terbatas, bisa mulai dengan rumah susun, atau rumah tipe kecil dengan harga termurah. Bayar rumah dengan cara mencicil tiap bulan merupakan jalan yang bijaksana. Anggaplah cicilan itu bagian dari membayar kontrak rumah. Ke depan harga rumah akan makin liar. (Abun Sanda)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dengan Perusahaan Jasa Titipan

Sambangi Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tak Bisa Dipisahkan dengan Perusahaan Jasa Titipan

Whats New
Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

Bank Jatim Cetak Laba Rp 310 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
BKKBN Sosialisasi Cegah Stunting Melalui Tradisi dan Kearifan Lokal 'Mitoni'

BKKBN Sosialisasi Cegah Stunting Melalui Tradisi dan Kearifan Lokal "Mitoni"

Whats New
Cara Membuat CV agar Dilirik HRD

Cara Membuat CV agar Dilirik HRD

Work Smart
Tumbuh 22,1 Persen, Realisasi Investasi RI Kuartal I 2024 Capai Rp 401,5 Triliun

Tumbuh 22,1 Persen, Realisasi Investasi RI Kuartal I 2024 Capai Rp 401,5 Triliun

Whats New
Cara Menjawab 'Apakah Ada Pertanyaan?' Saat Wawancara Kerja

Cara Menjawab "Apakah Ada Pertanyaan?" Saat Wawancara Kerja

Work Smart
Mandiri Capital Indonesia Siap Jajaki Pasar Regional dan Global

Mandiri Capital Indonesia Siap Jajaki Pasar Regional dan Global

Whats New
'Buka-bukaan' Menteri KKP soal Aturan Penangkapan Ikan Terukur, Akui Banyak Diprotes

"Buka-bukaan" Menteri KKP soal Aturan Penangkapan Ikan Terukur, Akui Banyak Diprotes

Whats New
Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA-S1, Simak Persyaratannya

Adaro Minerals Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA-S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Bos BI Percaya Digitalisasi Bisa Dorong RI Jadi Negara Berpenghasilan Menengah Ke Atas

Bos BI Percaya Digitalisasi Bisa Dorong RI Jadi Negara Berpenghasilan Menengah Ke Atas

Whats New
Rincian Biaya Admin BRI BritAma 2024 per Bulan

Rincian Biaya Admin BRI BritAma 2024 per Bulan

Spend Smart
BRI Finance Beri Pinjaman sampai Rp 500 Juta dengan Jaminan BPKB

BRI Finance Beri Pinjaman sampai Rp 500 Juta dengan Jaminan BPKB

Whats New
Permintaan Cetakan Sarung Tangan Karet Naik, Kerek Laba MARK 134 Persen pada Kuartal I-2024

Permintaan Cetakan Sarung Tangan Karet Naik, Kerek Laba MARK 134 Persen pada Kuartal I-2024

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Niaga hingga BCA

Whats New
IHSG 'Bullish,' Rupiah Melemah di Awal Sesi

IHSG "Bullish," Rupiah Melemah di Awal Sesi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com