Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karena Buruknya Birokrasi dan Kemiskinan

Kompas.com - 08/02/2013, 01:49 WIB

Tak mudah mencapai rumah Tarsih (52) di RT 010 RW 008 Pesing Koneng, Kedoya Utara, Jakarta Barat. Banyak gang sempit yang harus dilewati sebelum sampai ke rumahnya.

Tarsih adalah ibu mertua tersangka LD (48) yang terlibat kasus perdagangan bayi. Sehari-hari LD menjual pakaian bekas. Meski demikian, LD sering menerima tamu yang sebagian besar adalah perempuan hamil.

”Saya pernah melihat LD membantu seorang ibu yang sedang membawa bayi. Si ibu ngakunya ditinggal suami. Agar bisa bekerja, si ibu menitipkan bayinya kepada LD,” ujar Tarsih.

Di tempat lain, di ruang konseling Polres Metro Jakarta Barat, di antara para penyidik dan tersangka terungkap cerita, seorang ibu berinisial W menjual bayinya, Hanif Rizky, kepada tersangka E (40). Tersangka E kemudian menjualnya kepada tersangka lain yang berprofesi bidan, berinisial Has (63).

Saat dibawa ke Has, kata Kasat Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Hengki Haryadi, mengutip keterangan para tersangka, bayi Hanif ditolak karena dinilai tidak tampan dan sakit-sakitan.

E mengembalikan bayi Hanif kepada sang bunda. Namun, W menolak menerima kembali anaknya karena beralasan tidak mampu merawat. W pun menghilang. Tersangka E akhirnya menyerahkan Hanif kepada Rini yang sudah 15 tahun menikah, tetapi belum dikaruniai anak. ”Saya tidak membeli bayi itu. Saya hanya mengganti biaya persalinan Rp 2 juta,” kata Rini.

Kasus yang diduga melibatkan tersangka Has, LD, E, M (57), dan LS (35) untuk sementara diduga karena latar belakang kemiskinan yang dialami keluarga orangtua bayi. ”Kasus Has dan kawan-kawan ini diwarnai persoalan kemiskinan dan kemungkinan bayi hasil hubungan gelap,” kata Hengki, Kamis (7/2) sore.

Praktik ini diduga melibatkan birokrasi yang membuat Has memiliki dokumen bayi. Dengan bekal stempel bidannya, Has bisa mendapatkan akta kelahiran, bahkan paspor untuk bayi yang hendak ia jual.

”Saat ini kami masih memeriksa petugas Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Selanjutnya, kami akan memeriksa petugas Sudin Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Pusat,” ujar Hengki.

Menurut Ajun Komisaris Marson Marbun, Kanit Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Barat, akta kelahiran bayi Teddy Lukas adalah dokumen asli, tetapi palsu. ”Datanya palsu, tetapi fisik dokumen asli.”

Jadi, dapat dipastikan ada orang dalam yang ikut bermain. ”Kalau paspor atas nama Teddy itu asli. Petugas pembuat paspor tidak tahu bila akta kelahiran yang diterima asli, tetapi palsu,” ucap Marson.

Rencananya, bayi Teddy hendak dijual kepada warga Singapura berinisial Ch yang sudah memberi uang kepada Has sebesar 500 dollar Singapura (sekitar Rp 3,9 juta).

Kemiskinan

Aktivis sosial dari Forum Bersama Masyarakat Penggugat di Koja, Jakarta Utara, Ricardo Hutahaean, menambahkan, dari 25 kasus penjualan bayi yang ditanganinya sejak 1990, mayoritas terkait kemiskinan. Orangtua bahkan rela menyerahkan bayinya kepada pengadopsi hanya dengan melunasi biaya persalinan di rumah sakit.

Menurut Ricardo, kasus yang mencuat belakangan ini hanyalah fenomena puncak gunung es, terutama praktik adopsi secara ilegal. Hingga kini, ada saja orangtua yang merelakan bayinya diadopsi karena ketidakmampuan membiayai hidup anak tersebut.

Beberapa orangtua yang telanjur menyerahkan bayinya belakangan ini kangen. Mereka ingin bertemu anaknya, tetapi tak tahu harus ke mana mencarinya.

Kelemahan administrasi kependudukan dimanfaatkan untuk mengalihkan dan mengaburkan identitas bayi. ”Tak mudah bagi warga di daerah abu-abu mendapatkan akta kelahiran karena ketiadaan KTP dan kartu keluarga. Celah ini dimanfaatkan untuk adopsi ilegal atau bahkan perdagangan bayi,” ujarnya.

Pada beberapa kasus, lanjut Ricardo, bayi ”diijonkan” sejak di dalam kandungan. Pada usia 7-8 bulan di kandungan, pengadopsi membiayai orangtua bayi dengan mengganti biaya pemeriksaan dokter atau membelikan susu khusus untuk ibu hamil. Orang-orang yang mengaku mengadopsi inilah yang perlu mendapat perhatian lebih. Sebab, pengadopsi bisa saja menjual bayi itu kepada orang lain tanpa sepengetahuan orangtua bayi.

Bukan hal baru

Menurut kriminolog dari Universitas Indonesia, Romany Sihite, kasus ini bukan hal baru. Dari beberapa kajian, jenis kejahatan sangat terkait dengan peran jendernya.

Dalam kasus ini, katanya, modus kejahatan yang dilakukan pelaku sangat terkait dengan peran sosial perempuan mengasuh anak. Apalagi, di antara pelaku adalah bidan sehingga mereka dengan mudah dapat melancarkan kejahatan.

Namun, di balik itu semua, kata Romany, kepolisian perlu menyelidiki jaringan sindikat yang mengendalikan kerja para pelaku karena bayi itu diperdagangkan ke luar negeri dan sudah berlangsung beberapa tahun.

Hal itu berarti ada sejumlah pihak yang terlibat, seperti penyedia dokumen untuk keberangkatan bayi-bayi itu ke luar negeri. Begitu pula dengan penerbit akta kelahiran bayi-bayi tersebut.

”Kalau dilihat dari kerja sindikatnya, mereka bekerja sangat rapi. Ada jenjangnya sebagai pencari bayi, pencari dokumen kelengkapan bayi, dan pengiriman bayi ke luar negeri,” katanya.

Kepolisian, lanjutnya, juga tidak bisa berhenti sampai masalah jaringan penyedia dokumen hukum bagi para bayi, tetapi juga sindikat di luar negeri yang memperoleh pasokan bayi dari para pelaku.

Tidak menutup kemungkinan, bayi-bayi yang dibawa para pelaku ke Singapura itu dijual lagi ke negara lain. ”Perlu dipertanyakan pula, bayi itu benar dijual untuk diadopsi atau malah organ tubuhnya diperjualbelikan. Jual beli organ tubuh ini sempat marak di dunia barat,” ucapnya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfa mengungkapkan, perdagangan bayi dan anak yang terdata di KPAI masih tergolong minim, tetapi diindikasikan jumlah riilnya jauh lebih besar.

”Kemungkinan besar masih banyak yang tidak melapor ke kepolisian terkait perdagangan anak ini,” katanya.

Apalagi, berdasarkan beberapa kasus sebelumnya, lanjut Maria, ditemukan penyewaan anak di Jakarta pada 2011. Jumlahnya mencapai 200 anak yang disewakan untuk mengemis.

Namun, dari beberapa kasus yang ada, kata Maria, sindikat perdagangan anak itu memiliki banyak mata rantai. Antarsindikat di dalam mata rantai itu umumnya tidak saling kenal karena komunikasi cukup dilakukan lewat hubungan telepon.

”Jadi, kasus perdagangan anak ini membutuhkan pelacakan secara menyeluruh. Tidak bisa puas pada pengungkapan kawanan yang menghimpun bayi, tetapi juga sindikat yang mengendalikannya, termasuk pasar permintaannya,” paparnya. (MKN/MDN/WIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surat Utang Diburu Investor, Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun

Surat Utang Diburu Investor, Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun

Whats New
Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Whats New
OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

Whats New
Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Earn Smart
Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Whats New
Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Whats New
OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

Whats New
Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Whats New
Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Work Smart
PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

Whats New
MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

Whats New
Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Whats New
Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Whats New
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com