Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investasi Bodong, Harus Ada Sinergi OJK dan Bappebti

Kompas.com - 06/03/2013, 08:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ada pelajaran penting dari kasus investasi bodong yang dilakukan Raihan Jewelry dan Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS). Menurut Sutito, pendiri Badan Perlindungan Investor dan Nasabah, kasus tersebut memperlihatkan celah regulasi, baik pengawasan aktivitas perusahaan berjangka maupun investasi komoditas.

Seperti diketahui, pihak otoritas saling lempar tanggung jawab ketika kasus Raihan dan GTIS muncul. Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) membantah telah menerbitkan izin sebagai perusahaan investasi kepada Raihan dan GTIS.

Kemendag dan Bappebti hanya memberikan surat izin usaha perdagangan (SIUP) emas kepada Raihan dan Bappebti. Imbasnya, Kemendag dan Bappebti lepas tangan ketika Raihan dan GTIS ternyata menjalankan usaha investasi emas yang belakangan diketahui bodong. 

Saling lempar tanggung jawab itu merupakan imbas dari tercecernya kewenangan regulasi perusahaan perdagangan berjangka dan investasi. Saat ini, izin perusahaan perdagangan berjangka komoditas dikeluarkan oleh Kemendag dan Bappebti yang diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

Sementara izin usaha investasi dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau dulu bernama Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Payung hukum ini adalah UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 

Menurut Sutito, izin perdagangan komoditas yang dipegang Bappebti seharusnya disatukan saja dengan OJK. Ide ini sebenarnya sudah pernah dibahas ketika penyusunan UU Pasar Modal. 

Penyatuan Bappebti ke OJK ini sangat logis. Pasalnya, perdagangan komoditas berjangka pada dasarnya bukanlah jual beli komoditas, melainkan hanya perdagangan surat berharga atas komoditas tersebut. 

Sayangnya, ide itu kemudian mandek karena Kemendag dan Bappebti menginginkan regulasi dan kewenangan sendiri. Akhirnya, dibuatlah UU perdagangan komoditas berjangka tersebut. 

Hemat saya, ide penyatuan tersebut seharusnya dibahas kembali seiring maraknya investasi bodong. Terlebih, UU OJK masih sederhana sehingga memungkinan revisi lanjutan, terutama mengenai penyatuan Bappebti ke dalam OJK.

Penyatuan ini tentu membutuhkan waktu, terutama dalam hal payung hukum maupun infrastruktur lainnya. Di sisi lain, sudah ada ribuan orang banyak yang menanggung rugi akibat kelakuan perusahaan bodong seperti Raihan dan GTIS. 

Pada saat ini, semua otoritas, baik itu Bappebti, OJK, maupun pihak kepolisian dituntut saling bersinergi. Pasalnya, Raihan dan GTIS setidaknya melakukan tiga pelanggaran.

Pertama, Raihan dan GTIS menjalankan usaha investasi emas, padahal Bappebti hanya memberikan izin perdagangan emas. Ini membuat Raihan dan GTIS melanggar administrasi izin seperti diatur UU Perdagangan Komoditi Berjangka. Bappebti harus mencabut SIUP emas yang dimiliki Raihan dan GTIS.

Kedua, Raihan dan GTIS melanggar UU Pasar Modal. Sebab, dua perusahaan itu tidak memiliki izin usaha investasi emas, tetapi justru melakukannya. Peran OJK untuk turut menindak Raihan dan GTIS wajib ada. Sanksinya bisa dikenakan kepada Raihan dan GTIS berupa dua hal, yaitu pidana maupun denda.

Ketiga, Raihan dan GTIS diduga menggelapkan dana investasi nasabah. Ini tentu masuk ke pelanggaran pidana umum yang menjadi domain Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Penggelapan dana ini harus diselidiki oleh Polri secara serius karena melibatkan ribuan orang dan dana triliunan rupiah. 

Sutito meminta kasus penggelapan ini ditangani langsung oleh Markas Besar (Mabes) Polri. Jangan sampai terjadi kasus penanganan investasi bodong yang dilakukan Koperasi Langit Biru (KLB). 

Awalnya, kasus KLB ditangani Mabes Polri, tetapi kemudian justru diserahkan kepada Kepolisian Resor Tangerang. Imbasnya, penanganan kasus tersebut tidak maksimal dan tidak menjamin nasib dana nasabah. 

Untuk itu, pada situasi seperti sekarang, ketiga pihak jangan saling lempar tanggung jawab. Ketiga pihak justru dituntut saling bekerja sama mengungkap kasus investasi bodong Raihan dan GTIS agar ribuan nasabah bisa terjamin haknya. (Veri Nurhansyah Tragistina/Kontan)

Ikuti perkembangnya di Topik Waspada Investasi Bodong

Baca juga:
Investasi Skema Ponzi
Raihan Jewellery: Kami Bukan Investasi Bodong
Ini Daftar Investasi Bodong yang Sudah Makan Korban

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

    Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

    Whats New
    OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

    OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

    Whats New
    Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

    Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

    Earn Smart
    Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

    Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

    Whats New
    Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

    Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

    Whats New
    OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

    OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

    Whats New
    Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

    Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

    Whats New
    Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

    Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

    Work Smart
    PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

    PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

    Whats New
    MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

    MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

    Whats New
    Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

    Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

    Spend Smart
    Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

    Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

    Whats New
    Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

    Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

    Whats New
    Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

    Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

    Work Smart
    Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

    Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com