Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tugas Berat Agus Jadi Gubernur BI

Kompas.com - 28/03/2013, 15:43 WIB
Didik Purwanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pasar uang Farial Anwar mengatakan Gubernur Bank Indonesia (BI) terpilih Agus Martowardojo memiliki tugas berat memimpin bank sentral. Fokusnya lebih menata ke moneter dan makroprudential.

Setelah pengawasan perbankan akan resmi dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun depan, maka otomatis tugas bank sentral hanya mengawasi soal moneter khususnya inflasi serta menjaga pergerakan nilai tukar rupiah, utamanya pada dollar AS. Masalahnya, hingga saat ini, Indonesia memang masih menganut rezim devisa bebas yang entah disadari atau tidak oleh pemerintah belum bisa diubah dan belum ada niat dari pemerintah sendiri untuk merubah Undang-undang nomor 23/1999 tersebut.

"Dengan adanya rezim devisa bebas tersebut, maka asing bebas keluar masuk. Asing pun dengan seenaknya mempermainkan rupiah," kata Farial kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (28/3/2013).

Farial menambahkan, dengan rezim devisa bebas tersebut, asing juga masih bisa masuk ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Padahal instrumen tersebut merupakan pendalaman instrumen moneter khusus di dalam negeri. Sampai saat ini pun, kata Farial, belum ada niat dari pemerintah untuk melakukan holding periode (menahan arus dana asing) ke SBI atau instrumen moneter lainnya agar dana asing ini bisa bertahan lebih lama dan tidak seenaknya keluar masuk instrumen moneter.

"Kalau di Thailand kan lain. Bank sentral mereka mau melakukan itu. Imbasnya, kurs mereka relatif terjaga dan inflasi juga terkendali," tambahnya.

Farial mengingatkan, kondisi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pernah menjadi mata uang terburuk se-Asia, persisnya nomor 4 dari 10 mata uang terburuk se-Asia. "Mata uang kita juga dianggap sampah karena nilainya terlalu besar dan pergerakannya juga fluktuatif," tambahnya.

Di sisi lain, pemerintah juga tidak memiliki kebijakan terkait sistem nilai tukar mengambang bebas. Sehingga, nilai tukar rupiah memang sering terombang ambing seiring kondisi dollar AS di pasar. "Kalau ada ekonom yang bilang bahwa nilai tukar Rp 9.700 atau level berapa pun aman buat eksportir atau importir, itu bohong besar," katanya.

Terkait inflasi, Indonesia juga masih memiliki tingkat inflasi relatif lebih tinggi dibanding negara-negara sekawasan. Bank sentral harus menjaga nilai inflasi ini agar tidak mengganggu stabilitas perekonomian dalam negeri. Sehingga, posisi Gubernur BI memang harus independen dan lepas dari intervensi apapun, termasuk partai politik.

"Harapannya, Agus bisa berani membuat kebijakan menghapus rezim devisa bebas ini dan bisa menjaga inflasi agar terkendali. Selama ini belum ada Gubernur BI maupun Menteri Keuangan yang berani menghapus rezim devisa bebas tersebut," tambahnya.

Namun Farial cukup mengapresiasi kebijakan Gubernur BI saat ini Darmin Nasution yang mau membuat kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Sehingga uang eksportir ini bisa minimal bertahan sejenak di perbankan dalam negeri dan hasilnya bisa dinikmati oleh perbankan dan khususnya perekonomian di dalam negeri.

"Itu kebijakan positif dan Darmin cukup berani soal itu. Kini, kita tunggu sepak terjang Agus di BI," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com