Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BBM dari Seberang Laut

Kompas.com - 16/04/2013, 09:11 WIB
Joseph Osdar

Penulis

KOMPAS.com - Kamis, 11 April 2013, di Kantor Presiden yang terletak antara Istana Merdeka (menghadap tugu Monas) dan Istana Negara yang menghadap Sungai Ciliwung berlangsung sidang kabinet terbatas yang membahas subsidi bahan bakar minyak.

Hadir, antara lain, Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, serta Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono.

Seusai sidang, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik berbicara dengan para wartawan. ”Opsi mana pun yang diambil akan menimbulkan inflasi dan inflasi pasti memukul saudara-saudara kita dari kelompok miskin dan hampir miskin,” ujar Jero.

Itu artinya pilihan apa pun yang diambil pemerintah mengenai subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan menyulitkan banyak orang. Jumlah warga miskin, menurut Badan Pusat Statistik (September 2012), mencapai 28,59 juta.

Soal rumitnya subsidi BBM ini tentu terkait erat dengan defisit minyak dan gas (migas) yang terjadi di Indonesia saat ini.

Mengatasi defisit migas di Indonesia dengan impor adalah tindakan yang berbahaya. Tingginya impor migas di Indonesia membuat devisa kita terus berkurang dengan cepat.

Menghadapi masalah defisit migas ini, ada dua pilihan yang bisa diambil, yakni mengontrol konsumsi BBM bersubsidi dan meningkatkan produksi migas dalam negeri.

Tindakan pemerintah mengendalikan konsumsi sampai Senin kemarin belum bisa dilihat jelas. Belum ada berita tentang apakah hal itu dibahas oleh pemerintah dalam pertemuan di Istana Cipanas, Jawa Barat, Jumat dan Sabtu pekan lalu.

Berita yang muncul dari acara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Cipanas adalah pertemuan dengan para duta besar dari negara-negara sahabat sambil masak dan makan nasi goreng tiwul buatan Presiden Yudhoyono dan Ny Ani Yudhoyono serta soal akun Twitter yang diluncurkan saat malam.

Langkah memproduksi migas di dalam negeri adalah sesuatu yang hampir dikatakan sulit sekali. Pengeboran di Indonesia pada 2012 tidak bisa mencapai target. Realisasi pengeboran sumur pengembangan hanya 93 persen dari target, sementara realisasi kegiatan eksplorasi hanya 50 persen. Produksi minyak saat ini di Indonesia terus merosot, yakni 830.000 sampai 850.000 barrel per hari.

Menurut beberapa ahli perminyakan yang pernah bekerja di sejumlah perusahaan minyak di dalam dan luar negeri, ada jalan untuk menghadapi semakin menipisnya migas di dalam negeri, yakni apa yang disebut overseas atau mendapatkan minyak dari seberang laut atau dari negeri orang.

Indonesia, menurut para ahli migas yang tidak mau disebut identitasnya itu, pernah mendapat ”karpet merah” untuk memperoleh minyak dari beberapa negara, seperti Angola, Irak, Libya, Iran, Venezuela, dan Aljazair. Namun, sampai saat ini ”karpet merah” itu belum pernah diinjak Indonesia karena ulah sejumlah orang di Indonesia.

Tahun lalu Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat, dan pejabat Pertamina datang ke Kazakhstan dan Azerbaijan yang kaya minyak. Hasilnya untuk mendapatkan minyak sampai kini belum jelas. Mengapa?(OSD/ATO)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com