Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rezeki dari Kisah Dadakan...

Kompas.com - 20/04/2013, 03:35 WIB

Yanto (36), nelayan Pantai Kelan, Kabupaten Badung, Bali, tak menyangka gagalnya Lion Air mendarat di landasan Bandara Internasional Ngurah Rai, Kabupaten Badung, Bali, pekan lalu menguntungkannya. Pesawat itu ”mendarat” di perairan yang tidak jauh dari kawasan nelayan.

”Awalnya, kami melayani permintaan wartawan yang ingin mendekat ke pesawat jatuh itu. Ternyata banyak yang ingin melihat dari warga atau wisatawan,” kata Yanto. Ide penyewaan kapal jukung pun muncul saat itu dan mendadak. Sekitar enam kapal jukung disediakan untuk disewa atau ditumpangi beberapa pengunjung dan turis.

Meski bagi penumpang Lion Air dan keluarganya kejadian itu petaka, bagi nelayan jadi rezeki tak terduga. Jumlahnya tak sedikit, apalagi selama lima hari, sejak Lion Air gagal mendarat, Sabtu (13/4). Pada hari naas itu, nelayan memberikan harga tinggi khususnya kepada awak media massa yang ingin mendekati badan pesawat. Harga per jukung ditawarkan Rp 1 juta sekali sewa.

”Jika tidak memakai jukung, kami tidak bisa mendekat untuk mengambil gambar. Maklum pihak bandara menutup akses masuk ke arealnya. Jadi, menyewa jukung menjadi satu-satunya jalan,” kata Hasan, seorang awak sebuah media.

Memasuki hari kedua, nelayan mulai menurunkan harga. Mereka menawarkan jasa mengantar sedekat mungkin ke badan pesawat naas itu kepada siapa saja yang berminat dengan harga Rp 20.000 per orang. Satu jukung mampu mengangkut lima penumpang.

Pada hari ketiga, Senin lalu, misalnya, Yanto dan temannya mendapatkan pemasukan sekitar Rp 500.000. Tentu harus dibagi rata. Namun, hasil itu lebih baik dibandingkan pendapatan dari mencari ikan. Apalagi, saat ini tengah sulit ikan. Di Bali, ketika bulan tilem atau bulan purnama, ikan sulit didapat dan nelayan memilih tak melaut.

Kalau melaut, nelayan hanya akan mendapatkan cumi-cumi. Jumlahnya pun tak banyak. Lebih sedikit dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari melayani pengunjung atau turis yang pengin melihat badan pesawat yang gagal mendarat itu.

Namun, pendapatan dari melayani pengunjung itu tetap harus dibagi dengan pemilik kapal. Hampir seluruh nelayan berasal dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Jumlahnya ratusan di sekitar Bandara Ngurah Rai, seperti di Pantai Kelan, Pantai Jerman, dan Kedonganan.

”Ongkos bahan bakarnya mahal,” kata Yanto, yang juga berasal dari Banyuwangi. Bahan bakar itu ditanggung nelayan. Pemilik kapal minta sewa saja. Satu liter solar di Bali seharga Rp 5.000. Sekali jalan dari malam hingga pagi, nelayan menghabiskan sekitar 5 liter solar.

Diminta membantu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com