Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjualan Properti Tumbuh

Kompas.com - 02/05/2013, 03:45 WIB

Jakarta, Kompas - Pertumbuhan penjualan properti kelas menengah-atas di Jakarta diperkirakan akan tetap ada meskipun pemerintah berencana menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi, mulai bulan ini. Imbas kenaikan harga BBM lebih terasa pada properti untuk kelas bawah.

Associate Director Knight Frank Indonesia Hasan Pamudji, di Jakarta, Rabu (1/5), mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan berimbas pada menurunnya kemampuan daya beli masyarakat. Namun, imbasnya lebih terasa bagi masyarakat kelas bawah.

Knight Frank merupakan salah satu lembaga konsultan properti di dunia yang membuka perwakilan di Indonesia.

”Ekonom memperkirakan kenaikan harga BBM bersubsidi sampai Rp 6.000 per liter akan berimbas pada penambahan inflasi 2 persen. Dampak inflasi berupa kenaikan harga aneka jenis barang ini akan terasa enam bulan mendatang. Untuk properti, harganya akan mengikuti inflasi,” ucap Hasan.

Kenaikan harga properti ini, menurut Hasan, akan sangat terasa pada pembeli kelas bawah. Selain harus menopang kenaikan biaya hidup sehari-hari, mereka juga dihadapkan pada kenaikan harga properti. Kondisi ini diramalkan akan memberatkan penyerapan rumah bagi masyarakat kelas bawah. ”Mereka memerlukan waktu lebih untuk bisa mengumpulkan uang muka pembelian rumah. Selain itu, besar cicilan juga akan bertambah. Ini akan terasa bagi masyarakat kelas bawah,” katanya.

Kenaikan biaya kebutuhan hidup harian juga dirasakan masyarakat kelas menengah dan atas. Namun, kalangan ini diperkirakan masih dapat menerima kenaikan harga properti meskipun ada penambahan ongkos.

Apalagi, kebutuhan perumahan di Jakarta masih lebih tinggi ketimbang ketersediaannya. Dalam riset yang dirilis Knight Frank, akhir April 2013, terlihat indeks harga rumah di Indonesia sejak 2007 terus meningkat meskipun tidak setajam di Hongkong, India, atau China. Apabila indeks harga perumahan Indonesia di akhir 2007 sebesar 100, maka di akhir 2012 indeks mencapai 120.

Hasan mengatakan, iklim kredit kepemilikan rumah di Indonesia masih mengakomodasi kepemilikan rumah dengan luas tanah di atas 70 meter persegi.

”Kebijakan pembatasan diberlakukan untuk meredam peningkatan properti kelas menengah-atas,” ucapnya.

Minati tengah kota

Minat orang untuk tinggal di tengah kota Jakarta ditunjukkan pula dalam data kependudukan. Dari data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, kepadatan penduduk di Jakarta Pusat tahun 2013 diproyeksikan mencapai 18.926 orang per kilometer (km) persegi. Jakpus merupakan kota terpadat di DKI Jakarta, disusul Jakarta Barat dengan kepadatan 18.739 orang per km persegi, Jakarta Selatan (15.356), Jakarta Timur (15.035), Jakarta Utara (11.816), dan Kepulauan Seribu (2.594). Adapun rata-rata kepadatan penduduk DKI Jakarta 15.234 orang per km persegi.

Planolog Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan, kepadatan penduduk di pusat Jakarta menunjukkan bahwa orang memilih untuk bermukim lagi di pusat kota ketimbang di daerah pinggiran.

”Salah satu pertimbangannya adalah kemacetan yang kian parah dan biaya transportasi yang tinggi kalau tinggal di pinggiran. Akhirnya, orang kembali ke tengah kota,” ujar Yayat.

Karena ongkos hidup yang tinggi dan mahalnya harga perumahan layak di tengah kota, sebagian orang memilih tinggal berdesakan di rumah petak atau menyewa kamar kos di permukiman padat. Mereka tidak memedulikan kenyamanan, asalkan dapat tinggal di tengah kota.

”Tidak bisa dielakkan, Jakarta masih memiliki daya tarik besar. Tanpa harus memiliki keterampilan khusus atau pendidikan tinggi, mereka bisa mendapatkan uang dari mengemis, parkir, sampai berdagang kaki lima. Maka, orang berlomba tinggal di tengah Jakarta meskipun dengan kondisi terbatas,” kata Yayat.

Ekses dari kepadatan penduduk di tengah kota Jakarta adalah persoalan kesehatan, kriminalitas, dan persoalan sosial seperti tawuran. Persoalan ini harus segera dipecahkan oleh pemerintah daerah sebelum menjadi semakin rumit.

Kepala Jurusan Perencanaan Kota dan Real Estat Universitas Tarumanagara Suryono Herlambang mengatakan, persoalan kependudukan tidak hanya persoalan DKI Jakarta. Sejumlah kota besar di dunia juga memiliki jumlah penduduk yang besar.

”Di banyak negara, jumlah penduduk yang banyak disikapi pemerintah kota dengan menyediakan prasarana yang memadai. Dengan begitu, penduduk bisa memanfaatkan transportasi massal. Bagian bawah apartemen di tengah kota dipakai untuk taman sehingga ada ruang terbuka hijau,” ucapnya.

Di Jakarta, ruang yang ada sudah penuh dengan permukiman. Kalaupun ada apartemen, tidak semuanya dipakai untuk tempat tinggal. Banyak properti yang dijadikan investasi saja. Akibatnya, warga memadati perkampungan yang ada di Jakarta.

Selain itu, transportasi massal yang belum memadai membuat mobilitas orang mengandalkan kendaraan pribadi. Kondisi ini mempersempit ruang di kota yang padat penduduk. (ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com