Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Pasokan BBM

Kompas.com - 08/05/2013, 08:07 WIB

KOMPAS.com -  Konsumsi bahan bakar minyak di negeri ini meningkat setiap tahun. Data PT Pertamina (Persero) menunjukkan, rata-rata pertumbuhan konsumsi Premium sekitar 10,8 persen, sementara pertumbuhan konsumsi solar 7,3 persen. Makanya kuota BBM subsidi selalu jebol.

Tahun 2013, kuota BBM subsidi dalam APBN ditetapkan 46,01 juta kiloliter (kl). Realisasinya diperkirakan menjadi 49,18 juta kl. Total konsumsi Premium bakal 7,8 persen dari kuota 29,20 juta kl, sementara konsumsi solar akan 16,9 persen dari kuota 15,11 juta kl. Konsumsi ini sudah harus dikendalikan, tak peduli ada kenaikan harga BBM bersubsidi atau tidak.

Menaikkan harga BBM subsidi diyakini bisa mengurangi tingkat konsumsi BBM. Akan tetapi, urusan konsumsi BBM ini bukan sekadar harga jualnya, volumenya juga harus dikendalikan. Persoalannya, tetap masih ada dua harga yang berlaku, yakni harga BBM subsidi yang masih lebih rendah dibandingkan BBM nonsubsidi. Akibatnya, masih ada BBM subsidi yang dibeli kemudian dijual untuk pihak yang tak boleh mengonsumsi BBM subsidi. Maklum, ada disparitas harga.

Namun, pengendalian konsumsi BBM ini juga dikaitkan dengan pasokan minyak mentah untuk dikelola menjadi produk BBM. Juga menyangkut ketersediaan kilang minyak di dalam negeri yang masih terbatas. Akibatnya, sebagian besar dari minyak mentah dan produk BBM harus diimpor.

Saat ini dibutuhkan 30 juta kl Premium setiap tahun. Dengan pertumbuhan konsumsi Premium rata-rata 10,8 persen, dalam 8 tahun ke depan atau tahun 2020 dibutuhkan 60 juta kl Premium, dan sekitar 70 persen dari Premium ini harus diimpor. Untuk menghasilkan kebutuhan Premium tahun 2020 ini, diperlukan 9,5 juta-10 juta barrel minyak mentah per bulan. Dengan harga minyak mentah 110-115 dollar AS per bulan, diperlukan Rp 125 triliun.

Sangat kasatmata, jika konsumsi BBM tidak dikendalikan, semakin banyak dana yang keluar untuk keperluan mengimpor produk BBM pada 2020. Persoalan lainnya, bukan hal gampang mendatangkan minyak mentah untuk dikelola menjadi produk BBM. Mencari minyak mentah di pasar internasional ternyata cukup sulit. Belum lagi keperluan penyediaan kapal pembawa minyak mentah atau produk BBM. Perlu 100 tanker tahun 2020, naik dari 45-50 tanker untuk Premium tahun 2013. Ini belum untuk mengimpor solar.

Persoalan lain, baru ada tiga kilang minyak di dalam negeri untuk mengelola 300.000 barrel minyak per hari. Untuk keperluan nasional dibutuhkan tiga kilang minyak lagi. Namun, butuh 6-7 tahun untuk tiga kilang ini beroperasi. Cukup rumit.

Pemerintah, dalam hal ini Pertamina, mempersiapkan sistem pemonitoran dan pengendalian BBM. Diterapkan Juli nanti di Jakarta, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Lokasi produk BBM acap kali disalahgunakan. Pengendalian menggunakan teknologi informasi RFID (radio frequency identification) sudah siap. Jika tidak bisa, suatu ketika terjadi krisis pasokan BBM di negeri ini. Ini ajakan efisien.(Pieter P Gero)

Artikel terkait dapat dibaca dalam topik: Subsidi BBM untuk Orang Kaya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kenaikan Suku Bunga BI Tidak Serta Merta Menahan Laju Pertumbuhan Ekonomi

    Kenaikan Suku Bunga BI Tidak Serta Merta Menahan Laju Pertumbuhan Ekonomi

    Whats New
    Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

    Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

    Whats New
    Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

    Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

    Earn Smart
    Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

    Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

    Earn Smart
    Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

    Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

    Whats New
    Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

    Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

    Whats New
    1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

    1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

    Spend Smart
    Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

    Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

    Whats New
    Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

    Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

    Whats New
    Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

    Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

    Whats New
    BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

    BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

    Work Smart
    Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

    Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

    Whats New
    Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

    Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

    Whats New
    Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

    Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

    Whats New
    Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

    Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com